LAPORAN PRAKTIKUM LIMNOLOGI
“Sungai Desa Rutong”
Disusun oleh :
KELOMPOK VI (MSP)
1. Cyecilia Pical (2009 – 63 – 028)
2. M. Arsyad Kotarumalos (2008 -63 – 030)
3. Marcus Oratmangun (2009 – 63 – 054)
4. Agussalim Key (2009 – 63 – 008)
5. Devi R. Malawat (2006 – 63 – 012)
6. Dahlia Riring (2009 – 63 – 035)
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2010
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limnologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai perairan tawar, baik yang tergenang maupun yang tidak tergenang atau mengalir. Perairan yang tidak mengalir biasanya dikenal dengan istilah lentik contohnya danau, rawa, dll. Sedangkan perairan yang mengalir di sebut lotik contohnya sungai.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sungai termasuk dalam perairan lotik yakni perairan yang mengalir ke satu arah. Sungai memiliki beberapa pembagian arah aliran yang dimulai dari hulu sungai sampai kepada hilirnya dan berakhir pada laut.
Salah satu cara yang efektif dalam mengaplikasikan setiap teori limnologi yakni dengan melakukan praktikum pada perairan tawar yang berada di sekitar kita contohnya sungai. Karena, dengan mempelajarinya secara langsung kita dapat mengetahui baik morfologi sungai maupun parameter lingkungan di sekitar sungai tersebut.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui tiap parameter lingkungan pada sungai serta morfologi dari sungai
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sungai
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke segala arah atau sering disebut jalan air alami yang mengalir menuju samudera, laut, danau, atau ke sungai yang lain.
2.2 Parameter Lingkungan Sungai
a. Warna Perairan dan Bau
b. Keadaan cuaca
c. Suhu
Suhu pada sungai relative sama karena tidak mengalami stratifikasi. Distribusi suhu di sungai sangat bergantung kepada curah hujan (presipitasi), penyerapan panas, aliran sungai dan pola sirkulasi arus.
d. Arus
Arus merupakan kecepatan air mengalir tiap satuan detik. Arus pada tiap sungai tentunya berbeda. Biasanya arus pada daerah hulu lebih besar dari arus pada daerah hilir. Arus juga sangat bergantung dari dasar dan bentuk perairan. Pada daerah sungai dengan arus yang kuat biasanya tidak mendukung keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri dan akan terbawa oleh arus. Sedangkan pada sungai yang arusnya kecil memiliki mendukung keberadaan komunitas plankton dan organisme lainnya. Kecepatan arus pada hilir sungai dipengaruhi oleh pasang surut, angin, dan aliran sungai
e. pH
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahab pH dan menyukai pH antara 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan , misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah. Pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan dapat dilihat pada table di bawah ini :
Tabel Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan
Nilai pH | Pengaruh umum |
6,0 – 6,5 | 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan |
5,5 – 6,0 | 1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti 3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral |
5,0 – 5,5 | 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar 2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4. Proses nitrifikasi terhamba |
4,5 – 5,0 | 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar 2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4. Proses nitrifikasi terhambat |
Sumber : modifikasi Baker et al., 1990 dalam Efendi, 2003
f. Oksigen terlarut (DO)
Tanpa adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organic dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperature dan tekanan atmosfir.
Berdasarkan data-data temperature dan tekanan, maka kalarutan oksigen jenuh dalam air pada 25o C dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L (Warlina, 1985). Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme. Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi system respirasi organisme akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Tebbut, 1992 dalam
Effendi, 2003).
Pada siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh proses fotosintesa yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi kadar oksigen jenuh, sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sedangkan pada malam hari, tidak ada fotosintesa, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola perubahan kadar oksigen ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum pada pagi hari.
g. Morfologi sungai
Morfologi sungai menyangkut dengan kondisi substrat serta bentuk sungai dan keadaan sekitar baik yang menyangkut vegetasi.
2.3 Pembagian daerah sungai
Berdasarkan sifat badan air, daerah sungai dibedakan menjadi :
a. Hulu
Daerah hulu umumnya dangkal dan sempit, memiliki air yang jernih dan mengalir cepat. Di daerah hulu juga terdapat jumlah populasi biota yang relative lebih sedikit, memiliki morfologi tebing yang curam dan juga tinggi.
b. Hilir
Memiliki ciri lebar dan tepi sungai yang landai, keruh dan aliran air lambat, memiliki badan air air yang dalam, serta memiliki organisme dengan jumlah populasi yang banyak tetapi jenisnya kurang.
c. Muara
Memiliki tepian sungai yang landai dan dangkal, kedalaman badan air tergantung oleh pasang surut. Biasanya keruh dan memiliki kecepatan mengalir yang lambat. Airnya bersifat payau.
2.4 Klasifikasi Sungai
Sungai diklasifikasikan menurut jumlah airnya dibedakan menjadi :
1. Sungai permanen, yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.
2. Sungai periodik - yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.
3. Sungai intermittent atau sungai episodik - yaitu sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.
4. Sungai ephemeral - yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.
Sungai diklasifikasikan menurut genetiknya dibedakan menjadi :
1. Sungai konsekwen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan kemiringan lereng.
2. Sungai subsekwen yaitu sungai yang aliran airnya tegak lurus dengan sungai konsekwen.
3. Sungai obsekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya berlawanan arah dengan sungai konsekwen.
4. Sungai insekwen yaitu sungai yang alirannya tidak teratur atau terikat oleh lereng daratan.
5. sungai resekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya searah dengan sungai konsekwen
2.5 Input dan Output sungai
a. Input sungai pada umumnya berasal dari 4 sumber utama yaitu :
● Presipitasi secara langsung (Air hujan)
● Limpasan aliran dari daerah tangkapan air (Catchment area)
● Air tanah (Groundwater)
● Aliran dari hulu sungai
b. Output sungai umumnya melalui 4 jalur utama yaitu :
● Evaporasi
● Mengalir menuju dataran rendah melalui cabang-cabang sungai, dan kebanyakan kembali masuk lagi ke sungai
● Mengalir ke bagian hilir sungai
● Mengalir masuk ke dalam tanah, dan kemudian keluar lagi di bagian hilirnya.
III. METODE DAN ALAT BAHAN
2.1 Metode Praktikum
Praktikum ini dilakukan dengan metode observasi langsung di daerah hilir sungai.
● Waktu dan Lokasi Praktikum
Hari / Tanggal : Sabtu, 27 November 2010
Pukul : 11.30 – 12.30 WIT
Tempat : Sungai Desa Rutong
● Cara Kerja
1. Setelah tiba di tempat praktikum, gambarkan kondisi cuaca serta vegetasi sekitar sungai (apa saja tumbuhan yang berada di sekitar sungai, sebutkan jika mengetahui jenisnya),
2. Deskripsikan kondisi substrat, warna perairan, dan bau. Catat hasilnya pada lembaran pengamatan,
3. Melalui poin 1,2, gambarkan keadaan sungai yang menjadi titik penelitian,
4. Pengukuran dilakukan pada hilir sungai, dan hanya menggunakan 1 titik penelitian,
5. Ukurlah kondisi suhu dengan menggunakan thermometer batang,
6. Hitunglah besarnya kecepatan arus dengan menggunakan pimpong yang diikat dengan tali rafia sepanjang 5 meter kemudian diletakkan pada sungai yang menjadi titik penelitian. Catat waktu yang dibutuhkan pimpong untuk menempuh jarak 5 meter (hingga tali berbentuk lurus),
7. Kemudian pH diukur dengan menggunakan pH meter atau kertas lakmus.
8. Hitunglah lebar sungai dengan bantuan tali rafia dan roll meter dari tepi sungai satu ke tepi sungai lainnya.
9. Kedalaman diukur menggunakan roll meter per 1 meter lebar sungai.
10.Kemudian amati organisme yang berada pada titik penelitian dengan membaginya menjadi 3 kuadran. Catat hasilnya pada lembaran hasil pengamatan.
2.2 Alat dan Bahan
- Thermometer
- Stop watch
- Meter roll
- Tali rafia
- Bola pimping
- pH meter
- Alat tulis
IV. HASIL PENGAMATAN LAPANGAN
Tabel 1. Pengamatan Deskripsi Sungai
Objek Pengamatan | Hasil Pengamatan | Keterangan |
Kondisi cuaca | Cerah | |
Vegetasi sekitar sungai | Terdapat tanaman sagu, pohon gayang, pohon ketapang, mangrove, pohon manggis, pohon linggua, dan pandan laut, dll | |
Kondisi substrat | Substratnya pasir berbatu | |
Warna perairan | Jernih | |
Bau | Tidak Berbau |
Tabel 2. Hasil Pengamatan pada titik pengamatan sungai
No. | Pengamatan | Hasil Pengamatan | Keterangan | ||||
1. | Kondisi substrat | Pasir berbatu | |||||
2. | Warna perairan | Jernih | |||||
3. | Bau perairan | Tidak berbau | |||||
4. | Suhu | Suhu perairan : 250C Suhu Udara : 270C | |||||
5. | pH | 7 | |||||
6. | DO | - | |||||
7. | Arus | s = 5 m t = 15,48 s v = s/t = 0,32 m/s | |||||
8. | Kedalaman | 0 m | 1 m | 2 m | 3 m | 3,28 m | |
0 cm | 13,5 cm | 19,5 cm | 3,5 cm | 0 cm | |||
9. | Kondisi Biologi | Kuadran I : - Gastropoda - Kepiting-kepiting kecil - Kelomang (kumang) | |||||
Kuadran II : - Ikan-Ikan kecil - Kepiting | |||||||
Kuadran III : - Gastropoda |
V. PEMBAHASAN
5.1 Parameter Lingkungan
Dalam menentukan keadaan baik buruknya suatu perairan khususnya sungai, parameter lingkungan sangat menentukan. Hal-hal yang berhubungan dengan parameter perairan sungai antara lain :
Pengamatan Secara Fisis
● Warna Perairan dan bau perairan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa warna perairan hilir sungai di Desa Rutong begitu jernih dan tidak berbau. Perairan sangat bersih dan tidak terlihat sampah yang berserakkan di dalam badan air sehingga kondisi perairan sangat cerah. Hal ini berarti masyarakat begitu memperhatikan keberadaan sungai dengan baik dengan tidak menyalahgunakan keberadaanya. Misalnya tidak menggunakan area sungai sebagai tempat pembuangan sampah dan sebagainya. Karena berdasarkan pengamatan, sungai begitu bersih dan tidak terdapat sampah apapun.
● Kondisi substrat perairan
Substrat perairan bertipe pasir berbatu. Substrat perairan didominasi oleh substrat berpasir yang mengandung batu-batu kecil yang agak kasar. Substrat ini memungkinkan berbagai jenis kepiting dan gastropoda mampu hidup berasosiasi di dalam tanah dengan cara menggali lubang pada substrat dan hidup di dalamnya.
● Kondisi cuaca
Kondisi cuaca pada saat praktikum dilakukan sangat cerah. Hal ini juga didukung oleh waktu praktikum yang dilakukan berkisar antara pukul 11.30 – 12.30 WIT sehingga posisi matahari yang tepat berada pada posisi maksimalnya.
● Suhu
Dengan menggunakan thermometer , suhu pada lokasi praktikum kemudian dihitung. Suhu udara pada saat itu adalah 270C sedangkan suhu perairan adalah 250C. Suhu ini berada pada kisaran normal suatu perairan sungai. Suhu dipengaruhi oleh keadaan sekitar sungai yang begitu rindang karena terlindungi oleh berbagai vegetasi tumbuhan yang hidup di sekitar sungai tersebut.
● Arus
Pengukuran arus dilakukan dengan menggunakan bola pimpong yang diikat pada tali rafia dengan panjang 5 meter kemudian dicatat waktu yang diperlukan pimpong untuk berada dalam kondisi tali rafia yang lurus di perairan. Berdasarkan praktikum, maka arusnya sebagai berikut :
Diketahui : s = 5 m
t = 15,48 s
Ditanya : v = ?
Penyelesaian :
v = s/t
v = 5 m/15,48 s
v = 0,32 m/s
Keterangan : s = Jarak / panjang tali (m)
t = waktu untuk menempuh jarak (s)
v = kecepatan arus (s/t)
Berdasarkan perhitungan di atas, maka diperoleh kecepatan arus pada sungai Rutong adalah 0,32 m/s. kecepatan arus ini dapat dikategorikan sebagai kecapatan arus yang kencang. Hal ini dikarenakan kategori arus kencang berada pada kisaran 0,1 – 1,0 m/s.
● Kedalaman Perairan
Kondisi kedalaman pada perairan sungai Rutong tidak begitu bervariasi. Hal ini dikarenakan lebar sungai yang relative kecil di sepanjang daerah hilir yakni antara 3 – 4 m saja.Selain itu, titik pengamatan pada daerah hilir yang dekat dengan pantai mengakibatkan kedalaman perairan yang relative kecil. Kedalaman sungai diukur per satu meter lebar sungai sehingga dapat diketahui profil kedalaman sungai tiap titiknya. Dengan begitu variasi kedalam dapat terlihat dengan sangat jelas.
Gambar profil kedalaman sungai Rutong
Berdasarkan data diperoleh dapat ditentukan kedalaman rata-rata pada titik pengamatan yang diamati :
Diketahui : K1 = 13,5 cm
K2 = 19,5 cm
K3 = 3,5 cm
Ditanya : Krata-rata . . . ?
Penyelesaian :
Krata-rata = (K1+K2+K3)/3
= (13,5 cm + 19,5 cm + 3,5 cm) / 3
= 12,2 cm
Keterangan : K = Titik Kedalaman tiap 1 m lebar sungai (cm)
Krata-rata = Kedalaman rata-rata sungai per titik pengamatan (cm)
Jadi, kedalaman rata-rata pada titik pengamatan praktikum di salah satu sungai Desa Rutong adalah 12, 2 cm.
Pengamatan secara Kimiawi
Secara kimiawi yang diperhatikan adalah kondisi pH dan DO pada perairan. pH air 7 yakni pada kisaran normal pH air pada umumnya. Sedangkan DO perairan tidak dilakukan pengambilan data karena tidak tersedianya alat.
Pengamatan Secara Biologis
Berbicara mengenai kondisi biologis suatu sungai berarti membahas mengenai sejumlah organisme yang terdapat pada setiap titik penelitian dari sungai yang diamati. Di sekitar sungai Rutong terdapat beberapa vegetasi tumbuhan. Contohnya tanaman sagu, pohon gayang, pohon ketapang, mangrove, pohon manggis, pohon linggua, dan pandan laut, rumput, dll. Hampir disepanjang bibir sungai terdapat pepohonan yang lebat sehingga kondisi sepanjang sungai begitu sejuk. Vegetasi tumbuhan yang sangat mencolok yang terdapat di sekitar sungai yakni adanya tanaman sagu yang begitu banyak.
Selain tumbuhan, terdapat pula beberapa organisme hewan di sekitar sungai. Titik pengamatan I kuadran I ditemukan beberapa jenis gastropoda dan kepiting-kepiting kecil. Hewan-hewan ini berasosiasi dalam substrat perairan yang bersifat pasir berbatu. Pada kuadran II terdapat ikan-ikan kecil dan juga gastropoda yang menempel di dalam substrat. Pada kuadran III terdapat juga ikan-ikan kecil, kepiting dan juga gastropoda. Pada tiap kuadran, organisme yang ada tidak dalam populasi yang tinggi. Selain itu, arus yang cenderung deras mengakibatkan organisme tidak begitu melimpah. Khusus untuk ikan-ikan kecil, berada pada jumlah antara 10-20 ekor yang berenang secara bersama disepanjang kolom air dan sesekali bersembunyi di balik bebatuan maupun akar tanaman di sekita sungai.
5.2 Hubungan Parameter Lingkungan
Tentunya setiap parameter lingkungan baik fisik, kimiawi, maupun biologis memiliki ketergantungan yang satu akan yang lainnya. Organisme yang hidup sangat bergantung pada bagaimana keadaan perairan tersebut sehingga setiap organisme mampu beradaptasi untuk mempertahankan hidupnya. Jika salah satu dari parameter lingkungan ini mengalami pergeseran dari nilai normalnya, maka organisme-organisme yang hidup dan berasosiasi di dalamnya akan langsung merasakan dampak perubahan ini.
5.3 Pengelolaan Daerah Sungai
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, terlihat jelas bahwa sungai yang berada di Desa Rutong mendapatkan perhatian yang baik dari masyarakat. Hal ini terlihat melalui kebersihan sungai dan air yang begitu jernih. Masyarakat begitu sadar untuk memanfaatkan sungai secara baik dengan tidak membuang sampah secara sembarangan pada sungai. Keberadaan sungai memang tetap dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari seperti untuk mencuci pakaian dan sebagainya. Tetapi aktifitas ini dilakukan hanya di hilir sungai. Tentunya semua hal di atas sangat membantu dalam mencegah terjadinya pencemaran sungai yang dapat berdampak bagi organisme sekitar maupun dampak yang akan turun ke perairan laut. Pengelolaan daerah sungai yang baik di Desa Rutong juga memberikan dampak yang baik bagi 3 ekosistem besar seperti mangrove, lamun, dan karang yang tetap terjaga kelestariannya di sepanjang pesisir Rutong.
6.1 Kesimpulan
Melalui praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sungai Rutong yang memiliki tipe substrat pasir berbatu ini berada pada keadaan perairan yang normal. Hal ini didasarkan pada beberapa parameter yang telah diukur. Perairan memiliki suhu, pH, dan DO yang normal dan dapat dibuktikan dengan adanya organisme yang tetap hidup dan menetap di daerah sungai. Kecerahan air yang tinggi, bersih, serta tidak berbau juga terlihat dengan jelas. Semua ini tentunya tidak terlepas oleh adanya keasadaran masyarakat untuk tetap menjaga kebersihan sungai.
6.2 Saran
Dari hasil praktikum ini, dapat disarankan agar :
1. Praktikum-praktikum mengenai keadaan atau kualitas sungai harus sering diadakan sehingga dengan begitu kita dapat mengetahui kualitas suatu sungai.
2. Dalam melakukan praktikum, alat-alat yang digunakan harus lengkap sehingga dapat mengetahui secara jelas setiap parameter yang akan diukur dan tujuan akhir dari praktikum dapat terjawab.
VII. DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/958/1/hutan-onrizal10.pdf
Mantap coyy,,
BalasHapusthank's, laporan ini sangat membantuku dalam membuat laporan praktikum limnologi..