Kamis, 30 Januari 2014

Tugas Rehabilitasi Ekosistem

“Keterkaitan Ekosistem Mangrove, Ekosistem Lamun, dan Ekosistem Terumbu Karang”


Oleh :

CYECILIA PICAL
NIM. 2009-63-028


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2012




I   PENDAHULUAN


1.1           Latar Belakang
                Wilayah  pesisir adalah wilayah perbatasan sekaligus pertemuan antara ekosistem darat dan ekosistem laut. Kedua ekosistem ini memiliki karakteristik yang jauh berbeda sehingga daerah pertemuan kedua ekosistem ini menjadi sangat kompleks. Perubahan suhu, salinitas dan aktivitas pasang surut  merupakan faktor lingkungan utama yang berpengaruh terhadap kondisi ekosistem di wilayah pesisir. Daerah perbatasan seperti daerah pesisir dan estuaria menjadi tempat bertemu bagi banyak spesies organisme yang berasal dari darat dan laut. Adanya pertemuan 2 ekosistem ini memberikan peluang bagi berbagai jenis organisme untuk menyeberang dari komunitas yang satu ke komunitas yang lain. Akibatnya, masing-masing jenis organisme yang berasal dari komunitas yang berbeda tersebut memiliki sebaran yang saling tumpang tindih dan bahkan memiliki spesies tersendiri yang tidak ditemukan di wilayah darat dan laut. Kadang-kadang  spesies tertentu memiliki kelimpahan yang lebih besar di  daerah peralihan dibandingkan dengan kedua daerah ekosistem yang mengapitnya.
                Perairan pantai tropis yang khas dengan tiga ekosistem pantainya yakni ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu karang membuat daerah pesisir semakin kompleks. Ketiga ekosistem pantai tropis ini memiliki keterkaitan ekosistem antara satu dengan lainnya. Keterkaitan ekosistem terjadi akibat adanya hubungan timbal-balik, baik yang sifatnya satu arah maupun dua arah. Keterkaitan ekosistem dapat diamati melalui bebagai interaksi yang terjadi di dalamnya. Dalam penulisan ini akan dikaji berbagai interaksi yang menyebabkan keterkaitan ekosistem pesisir pantai tropis dimana setiap interaksi sangat berhubungan dengan  kesetimbangan dan kestabilan ekosistem.

1.2           Tujuan
                Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengkaji berbagai interaksi yang menyebabkan keterkaitan antara ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu karang.

1.3           Metode Penulisan
                Penulisan makalah ini dilakukan dengan menggunakan metode studi literatur melalui media online (internet).


Kamis, 06 September 2012

Karya Tulis Ilmiah: Produksi Sampah dan Upaya Pengelolaannya Guna Menyelamatkan Lingkungan Perairan Teluk Ambon


PRODUKSI SAMPAH DAN UPAYA PENGELOLAANNYA
GUNA MENYELAMATKAN LINGKUNGAN
PERAIRAN TELUK AMBON

 KARYA TULIS ILMIAH

OLEH
CYECILIA PICAL (NIM.2009-63-028)
STEPHANI AYHUWAN (NIM.2009-63-011)


PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2012


I   PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
            Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Ambon tahun 2008-2028 dengan konsep Ambon Water Front City menjadikan Teluk Ambon sebagai sentral dalam pembangunan (Bappeda Kota Ambon, 2009). Berbagai aktivitas pembangunan dilakukan sejalan dengan implementasi RTRW yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di segala bidang. BPS Kota Ambon (2011) menunjukkan bahwa dari tahun 2006 hingga tahun 2010 laju pertumbuhan ekonomi Kota Ambon terus meningkat hingga mencapai 6.65% dengan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) mencapai 78.56. Hal ini berarti Kota Ambon merupakan wilayah yang memiliki taraf hidup tinggi didukung oleh berbagai macam aktifitas pembangunan di dalamnya baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Secara visual, pembangunan di Kota Ambon beberapa tahun belakangan ini memang nampak sangat pesat. Adapun besar dampak positifnya yang dirasakan bagi kehidupan perekonomian Kota Ambon. Tetapi tidak dapat dipungkiri pula bahwa lingkungan hidup juga mengalami pergeseran akibat pembangunan yang terus terjadi dan pengolahan sampah yang tidak tepat.
            Teluk Ambon yang menjadi icon pembangunan Pemerintah Kota Ambon dalam beberapa dekade terakhir ini sebenarnya berada dalam kondisi lingkungan yang krusial. Sulit ditemukan kondisi Teluk Ambon baik Teluk Ambon Dalam (TAD) maupun Teluk Ambon Luar (TAL) berada dalam kondisi ’tanpa sampah’. Hal ini disebabkan sulitnya mengimplementasikan keterpaduan antara pembangunan dan menjaga lingkungan hidup. Sejujurnya Teluk Ambon menjadi representatif  dari berbagai aktivitas masyarakat baik pada lahan atas (up land) hingga pesisir (coastal zone) Kota Ambon.
            Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 pasal 29 ayat 1e tentang Pengelolaan Sampah telah menegaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan tindakan membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan. Namun pada realitasnya masyarakat Kota Ambon belum menyadari hal tersebut. Beberapa titik di pesisir wilayah Teluk Ambon telah mengalami pendangkalan akibat masukkan sedimen maupun sampah padat dari sungai-sungai yang bermuara di Teluk Ambon (Ambon Ekspress; Jumat, 29 Juni 2012 Hal.16; Hermanto, 1987). Hal ini akan menjadi ancaman terbesar bagi mata rantai ekologis di Teluk Ambon. Pembangunan yang meningkat tanpa adanya integrasi dengan sistem pengelolaan sampah yang baik akan berdampak buruk terutama bagi wilayah laut yang menjadi muara dari seluruh aktivitas masyarakat

 1.2      Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1.  Mengidentifikasi jenis-jenis sampah yang masuk ke Teluk Ambon
2.  Memproyeksikan debit sampah yang masuk ke Teluk Ambon
3.  Menganalisis dampak masukkan sampah ke Teluk Ambon
4.  Merumuskan upaya pengelolaan sampah yang masuk ke Teluk Ambon

1.3       Metode Penelitian     
            Dalam penelitian ini data yang digunakan bersumber dari data primer yaitu dengan observasi langsung di lapangan dan dari data sekunder yaitu dari telusuran pustaka maupun data dari instansi atau lembaga terkait. Sedangkan untuk mengkaji presepsi masyarakat tentang masalah pengelolaan sampah rumah tangga digunakan metode wawancara dan kuesioner.
Untuk mengevaluasi dan memproyeksikan timbulan sampah digunakan metode analisis kuantitatif dengan rumus yang bersumber dari SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan.



Kamis, 09 Agustus 2012

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Secara Tradisional di Kota Ambon


TEKNOLOGI PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN SECARA TRADISIONAL

a.  Pembakaran Sampah Rumah Tangga (Desa Galala, STAIN, Pesisir Desa Poka)
b.  Daur Ulang Sampah Menjadi Pupuk Kompos (RT 02/ RW 003 Kelurahan Uritetu (Tanah
     Tinggi))
c.  Daur Ulang Sampah Kering (BTN Lateri II)

Tidak logis jika kita mengatakan bahwa masyarakat belum memiliki kesadaran dalam pengelolaan limbah guna pengendalian pencemaran. Sebagai manusia yang memiliki akal sehat, kesadaran itu tetap ada. Hanya saja budaya dalam menjaga kondisi lingkungan yang bersih dengan upaya-upaya pengendalian lewat sampah-sampah rumah tangga sejak dini tidak dibina dengan baik. Budaya hidup bersih dalam masyarakat seperti kembang-kempis, tidak meningkat, justru cenderung menurun dari hari ke hari sejalan dengan peningkatan kebutuhan manusia yang juga terus menghasilkan limbah. Padahal kita sendiri telah mengetahui begitu besarnya dampak yang ditimbulkan jika terjadi pencemaran lingkungan.
        Secara umum, masyarakat memiliki beberapa cara atau teknik tradisional dalam mengelola sampah rumah tangga sehingga dapat melakukan pengendalian akan terjadinya pencemaran, antara lain :
        1.  Dibuatnya Selokan Aliran Air Limbah
                      Saat ini hampir pada setiap rumah telah kita temui selokan aliran air limbah yang menjadi jalur mengalirnya limbah cair milik masyarakat. Upaya ini sendiri sangat baik guna mencegah terjadinya aliran limbah cair yang tidak terkontrol di lingkungan masyarakat yang dapat menimbulkan bau busuk.
2.  Tersedianya Tempat Sampah Di Pekarangan Rumah
                            Tempat sampah merupakan media penampungan sampah sementara sehingga sampah milik pribadi maupun masyarakat tidak dibuang ke sembarangan tempat. Bayangkan, jika setiap rumah menyediakan tempat sampah jalanan di pekarangan rumahnya, maka dapat mengurangi jumlah sampah yang berserakan di jalan. Jika sampah-sampah jalanan diletakkan pada tempatnya maka akan mencegah banjir. Karena apabila sampah dibuang ke sembarangan tempat, dikhawatirkan saat hujan nanti sampah-sampah tersebut dapat menghalagi jalannya air pada selokan. Sampah jalanan yang berserakan juga dapat mengurangi nilai estetika dan menghadirkan berbagai wabah penyakit. Selain itu, sampah yang dipilah antara sampah kering dan sampah basah dapat membantu proses pengolahan sampah menjadi suatu produk yang lebih berguna lewat aktivitas daur ulang sampah.
        3.  Pembakaran Sampah
                      Metode ini merupakan cara paling mudah yang dapat dilakukan masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran akibat adanya tumpukan sampah. Metode ini juga tidak membutuhkan biaya yang besar. Masyarakat dapat memanfaatkan pekarangan milik mereka untuk membakar sampah di sekitarnya. Secara berkelompok, masyarakat juga bisa memilih salah satu lokasi yang cocok di lingkungan di lingkungan di mana mereka berada sebagai tempat penampungan sampah sementara dan melakukan proses pembakaran sampah dalam jumlah yang banyak. Sekarang ini juga telah berkembang alat pembakar sampah yang dibuat seefisien mungkin sehingga dapat membantu masyarakat dalam menanggulangi masalah sampah di lingkungan sekitar mereka.
                      Pada dasarnya metode ini memang tidak memberikan suatu dampak penambahan nilai guns dari sampah tersebut. Tetapi harus kita ingat bahwa dengan metode ini kita dapat mengurangi jumlah sampah di lingkungan sehingga mencegah terjadinya pengurangan nilai estetika lingkungan, mencegah terjadinya banjir akibat tumpukan sampah pada selokan air, dan mencegah adanya wabah penyakit bagi warga setempat.
4.  Pemanfaatan Ulang Sampah
                            Saat ini sudut pandang masyarakat belum seutuhnya memandang bahwa sampah adalah barang yang bermanfaat. Padahal jika sudut pandang ini telah dimiliki oleh setiap masyarakat, pengelolaan sampah akan menjadi semakin ringan. Hal ini disebabkan setiap kita merasa penting untuk memanfaatkan sampah yang ada untuk kembali dapat memenuhi keperluan kita. Upaya pengendalian pencemaran dapat dilakukan jika setiap kita dapat memanfaatkan sampah seefisien mungkin guna mengurangi ragam dan jumlahnya yang terus bertambah.
                            Untuk skala pemanfaatan, reusedan recycle banyak ditemukan dalam lingkungan rumah tangga. Reuse atau penggunaan-ulang adalah tindakan memanfaatkan-ulang ’apa adanya’ sebagian atau seluruh sampah atau limbah atau barang-barang bekas lainnya untuk menghasilkan produk/barang lain atau untuk kebutuhan lain yang bermanfaat. Contohnya adalah memanfaatkan botol kemasan ’strawberry jam’ atau ’peanut butter’ untuk wadah pemeliharaan ikan cupang (laga), wadah bumbu dapur, dan sebagainya. Sedangkan recycling atau mendaur-ulang adalah tindakan mendaur-ulang sebagian atau seluruh sampah atau limbah untuk menghasilkan produk/barang lain yang lazimnya berbeda bentuk dan sifatnya dari produk/barang aslinya. Contohnya adalah pendaur-ulangan kertas-kertas bekas untuk menghasilkan kertas seni (artistic paper) atau kertas koran, mendaur sisa makanan menjadi pupuk, dan sebagainya.
                            Efektivitas pelaksanaan minimisasi limbah hanya bisa dicapai apabila disertai dengan perubahan pola pikir masyarakat dalam memperlakukan limbah atau sampah. Peningkatan konsumsi masyarakat akan suatu produk barang, baik dalam ragam maupun jumlah secara alamiah terjadi apabila taraf hidup masyarakat meningkat. Tantangan terbesar adalah bagaimana mengubah pola konsumsi masyarakat yang selama bertahun–tahun telah terbentuk. Selain itu, pola pikir akan pentingnya kebersihan lingkungan guna mencegah terjadinya pencemaran harus menjadi ideology bersama di dalam masyarakat. Jika landasan pikir kita telah menyatu, maka upaya pengelolaan sampah secara terpadu dapat terlaksana dan upaya-upaya pengendalian pencemaran lingkungan  dapat dilakukan dengan baik pula.


Sumber :
http://www.facebook.com/note.php?note_id=359391799026 (Senin, 24 Oktober 2011; Pukul 20.33 WIT)




Aktivitas Pemanfaatan dan Permasalahan Pengelolaan Hutan Mangrove Di Lateri-Passo

Laporan Praktikum Manajemen Sumberdaya Perikanan

Aktivitas Pemanfaatan dan Permasalahan Pengelolaan
Hutan Mangrove Di Lateri-Passo


oleh :
CYECILIA PICAL
NIM. 2009 – 63 – 028

 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2012




I   PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
           
            Pengelolaan sumberdaya perikanan adalah semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan yang bertujuan agar sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan yang terus menerus (http://id.wikipedia.org/...). Hingga saat ini pendekatan paling umum yang digunakan dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya yang berhubungan dengan sumberdaya itu sendiri adalah penggunaan konsep Maximum Sustainable Yield (MSY) yang lebih bersifat manajemen spesies tunggal (single species). Selain itu terdapat dua pendekatan lainnya yang dipakai dalam pengelolaan sumberdaya perikanan antara lain pendekatan multi spesies (multi species management) dan manajemen berbasis pendekatan sistem lingkungan (ecosystem approach management).
            Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas pembangunan ekonomi, maka tekanan lingkungan terhadap wilayah pesisir semakin kompleks. Hal ini menyebabkan tantangan pengelolaan wilayah pesisir dan laut juga semakin rumit (Dahuri dkk, 2008). Dalam kenyataannya sekarang ini terjadi penurunan sumberdaya perikanan tertentu seperti lola (Trochus niloticus), kepiting bakau (Scylla seratta), hancurnya ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun, ekosistem mangrove dan lainnya yang disebabkan karena keterbatasan manusia dalam pengelolaan sumberdaya secara baik. Mengidentifikasi metode pengelolaan sumberdaya perikanan di lingkungan masyarakat menjadi perlu untuk dapat mengetahui permasalahan pengelolaannya sehingga dapat dibuat arahan pengelolaan yang juga mampu menjawab permasalahan yang ada.

II   TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIKUM

2.1       Tujuan Praktikum
            Praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1.   Mengamati bentuk-bentuk pemanfaatan sumberdaya maupun ekosistem di daerah ekosistem hutan bakau sekitar Lateri-Passo.
2.   Menentukan jenis pendekatan berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya perikanan berdasarkan bentuk pemanfaatan sumberdaya maupun ekosistem di daerah hutan bakau sekitar Lateri-Passo.
3.   Menganalisis permasalahan pengelolaan sumberdaya maupun ekosistem di daerah hutan bakau sekitar Lateri-Passo.
4.   Membuat rekomendasi yang menjadi arahan pengelolaan sumberdaya perikanan di daerah hutan bakau sekitar Lateri-Passo.

1.3       Manfaat Praktikum
            Manfaat yang diperoleh melalui praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.   Terampil mengidentifikasi bentuk-bentuk pemanfaatan sumberdaya serta jenis-jenis pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan.
2.   Dapat menyediakan informasi tentang permasalahan serta arahan pengelolaan sumberdaya maupun ekosistem di daerah hutan bakau sekitar Lateri-Passo.

Download selengkapnya pada ~> Laporan Praktikum Manajemen Sumberdaya Perikanan

Kamis, 12 Juli 2012

RANPERDA RTRW KOTA AMBON 2011-2031

RANPERDA RTRW KOTA AMBON 2011-2031 dapat didownload pada link berikut :
Ranperda RTRW Kota Ambon 2011-2031



REVIEW RANPERDA RTRW KOTA AMBON 2011-2031 : Pusat Kota Ambon sebagai Sentra Primer


REVIEW RANPERDA RTRW KOTA AMBON 2011-2031
Pusat Kota Ambon sebagai Sentra Primer

oleh:
Cyecilia Pical  (2009 – 63 – 028)
Ferolina Daada  (2009 – 63 – 003)
Hapsari Wali  (2009 – 63 – 019)
Nurfitri Henaulu  (2009 – 63 – 022)
Irwan Tuankotta  (2007 – 63 – 001)

  FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2012




4.1.       Defenisi Hirarki Pusat Kegiatan Pelayanan Kota Ambon Sebagai Sentra Primer
            Hirarki pusat kegiatan pelayanan Pusat Kota Ambon sebagai sentra primer didefinisikan sebagai pusat kegiatan yang berpotensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan kota dan juga Nasional, dan mempunyai potensi mendorong daerah sekitarnya, serta sebagai pusat pelayanan keuangan/bank/jasa, pusat pengolahan/pengumpul barang, pusat jasa pemerintahan, simpul transportasi serta pusat jasa-jasa kemasyarakatan yang lain untuk Pemerintah Kota Ambon ataupun  meliputi kebutuhan Pemerintah Provinsi Maluku.
           
4.2.      Skala Pelayanan
            Pasal 12 huruf a RTR Kota Ambon 2011-2031 menjelaskan bahwa Pusat Kota Ambon sebagai sentra primer, direncanakan melayani seluruh wilayah Kota Ambon, terutama SWP I. SWP singkatan dari Satuan Wilayah Pengembangan adalah wilayah yang  secara geografis dan administrasi dikelompokan berdasarkan potensi dan sumber daya untuk pengembangannya. Pusat Kota Ambon sebagai sentra primer meliputi wilayah Kecamatan Sirimau, dan sebagian Kecamatan Nusaniwe dengan arahan penyebaran penduduk sebesar 25% (dua puluh lima persen).
           
4.3.      Dominansi Fungsi Kegiatan
            Berdasarkan Pasal 17 huruf a Rancangan Perda RTR Kota Ambon 2011-2031, Pusat Kota Ambon bersama SWP I direncanakan akan terus dikembangkan sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan provinsi maupun kota, perdagangan, jasa keuangan, perhubungan darat dan laut, industri perikanan, dan aneka industri, pariwisata, kesehatan, dan pendidikan, terutama untuk mendukung fungsi Kota Ambon sebagai PKN dan pelabuhan internasional.

4.4.      Rencana Pengembangan Prasarana (Jalan, Terminal, Transportasi Penyeberangan)
            Berdasarkan Pasal 18, 19, dan 20 pada Ranperda RTR Kota Ambon 2011-2031 maka rencana pengembangan prasarana di Pusat Kota Ambon terbagi atas jaringan prasarana utama dan jaringan prasarana lainnya. Jaringan prasarana utama yang dimaksud adalah jaringan transportasi yang meliputi transportasi darat dan laut saja.

Sistem jaringan transportasi darat direncanakan meliputi:
a. Prasarana dan sarana jalan, yang meliputi status, fungsi jaringan, sistem jaringan, dan aturan penggunaan ruang di sepanjang jalan;
b. Prasarana dan sarana terminal, yang meliputi jenis, kelas, dan pelayanan;
c. Prasarana dan sarana transportasi penyeberangan; dan
d. Pengembangan angkutan umum massal.

Sistem jaringan transportasi laut direncanakan meliputi:
a. Tatanan kepelabuhanan;
b. Dermaga;
c. Alur pelayaran; dan
d. Sistem hubungan dengan transportasi darat.

            Pasal 21 ayat 1 Ranperda RTR Kota Ambon 2011-2031 juga menjelaskan tentang rencana pengembangan prasarana dan sarana jalan di wilayah Pusat Kota Ambon antara lain :
a. Rencana pembangunan Jembatan Merah Putih yang menghubungkan Negeri Hative Kecil  dengan Desa Poka dan Negeri Rumah Tiga yang melewati Teluk Ambon bagian dalam;
b.  Peningkatan mutu dan daya tampung ruas jalan nasional dan jalan arteri dari Laha ke Pusat Kota Ambon;
c. Peningkatan mutu dan daya tampung ruas-ruas jalan provinsi dan jalan kolektor, yang meliputi ruas jalan antara lain dengan rute Pusat Kota Ambon – Amahusu – Eri – Seilale – Latuhalat – Air Low – Seri;
d. Peningkatan mutu dan daya tampung ruas jalan-jalan kota
e. Pembangunan ruas jalan baru, baik jalan kolektor yang meliputi Negeri Batu Merah – Negeri Halong; Negeri Halong – Negeri Passo; Desa Poka – Desa Wayame; dan jalan lokal, yang meliputi Negeri Amahusu, Negeri Hutumuri dan Negeri Passo – Desa Negeri Lama.
f.  Penetapan aturan penggunaan ruang sepanjang jalan, akan ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
            Pasal 21 ayat 2 Ranperda RTR Kota Ambon 2011-2031 juga menjelaskan tentang rencana pengembangan prasarana dan sarana terminal dimana akan dilakukan peningkatan kelas dan daya tampung terminal angkutan kota di kawasan Mardika untuk melayani angkutan penumpang dalam wilayah Kota Ambon;
            Pasal 21 ayat 3 RTR Kota Ambon 2011-2031 juga menjelaskan tentang rencana pengembangan prasarana dan sarana transportasi penyeberangan meliputi
a.  Pengadaan jalur transportasi penyeberangan yang baru dari Pusat Kota Ambon (Mardika) ke Kawasan Tawiri atau Wayame, termasuk prasarana dan sarana pendukungnya,
b.  Peningkatan mutu dan daya tampung transportasi penyeberangan lintas kabupaten/kota.
c.  Pelabuhan angkutan penyeberangan direncanakan akan ditingkatkan mutu dan daya tampungnya, termasuk prasarana dan sarana pendukungnya, sebagai alternative Jembatan Merah-Putih
Selain itu direncakan pula akan ada pengembangan angkutan umum/massal perkotaan direncanakan pelaksanaannya sesudah diadakan studi kelayakannya.
         Pasal 22 Ranperda RTR Kota Ambon 2011-2031 mengatur tentang tatanan kepelabuhan direncanakan di daerah Pusat Kota Ambon sebagai sentra primer diantaranya adalah Pelabuhan Internasional Yos Sudarso dan Pelabuhan Perikanan Nusantara di Kelurahan Pandan Kasturi; Pelabuhan Internasional Yos Sudarso direncanakan ditingkatkan mutu dan daya tampungnya, termasuk prasarana dan sarana pendukungnya. Pelabuhan Perikanan Nusantara direncanakan akan ditingkatkan menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera.
         Pasal 23 RTR Kota Ambon 2011-2031 merencanakan tentang  pengembangan dermaga yang diarahkan untuk Dermaga Slamet Riyadi Kelurahan Uritetu dan Dermaga DR. Siwabessy di Kelurahan Benteng. Dermaga-dermaga sebagaimana dimaksud direncanakan akan ditingkatkan mutu dan daya tampungnya termasuk prasarana dan sarana pendukungnya.
         Pasal 24 RTR Kota Ambon 2011-2031 menjelaskan tentang Alur pelayaran direncanakan meliputi kelayakan dan keselamatan pelayaran dan Rencana pengembangan alur pelayaran diarahkan untuk terus ditingkatkan mutu dan daya tampungnya, termasuk prasarana dan sarana pendukungnya.

4.5.      Rencana Pengendalian Banjir
            Pasal 30 Ranperda RTR Kota Ambon 2011-2031 menjelaskan tentang sistem jaringan sumber daya air yang direncanakan meliputi sistem jaringan air baku untuk air bersih dan sistem pengendalian banjir. Rencana pengembangan sistem jaringan air baku untuk air bersih meliputi:
a.  Pengembangan sistem pemanfaatan potensi sumber air baku yang ada; dan
b.  Pengembangan sistem pengelolaan air baku untuk penyediaan air bersih.

Rencana pengembangan sistem pengendalian banjir meliputi :
a. Penghijauan wilayah sekitar DAS;
b. Indikasi kawasan-kawasan kota yang berpotensi menimbulkan genangan/banjir; dan
c. Normalisasi sungai.

4.6.      Rencana Sistem Pengelolaan Sampah
            Pasal 31 ayat 1 dan Pasal 34 menjelaskan bahwa akan dibuat sistem jaringan persampahan; Rencana sistem jaringan persampahan meliputi sistem pengelolaan sampah. Rencana pengembangan sistem pengelolaan sampah meliputi:
a.  Pengembangan Fasilitas Pengelolaan Sampah (FPS/TPA) dan Stasiun Peralihan Antara (SPA) di setiap kecamatan sesuai hasil studi kelayakan yang akan diadakan;
b.  Pengembangan pengelolaan sampah dengan konsep pemilahan, penggunaan kembali/daur ulang, dengan penekanan pada program pengomposan, dan memanfaatkan sampah menjadi energi (waste to energy);
c. Pengembangan sistem pengumpulan sampah di pasar, pusat perdagangan, jasa dan industri, pemukiman, dan jalur jalan protokol;
d. Peningkatan kemampuan manajemen pengangkutan dan pemindahan sampah; dan
e. Ketentuan lebih lanjut untuk pengelolaan persampahan di Kota Ambon akan diatur dengan Peraturan Daerah.

4.7.      Rencana Pengembangan Jaringan Drainase Primer
            Rencana pengembangan jaringan drainase primer di kawasan Pusat Kota Ambon meliputi:
a. Penertiban pemanfaatan lahan pada kawasan hulu dan resapan air DAS;
b. Penerapan teknologi konservasi air seperti sumur resapan dan biopori pada kawasan pemukiman dengan kepadatan tinggi dan kawasan pemukiman baru, baik di daerah perbukitan, maupun daerah pesisir;
c. Penertiban bangunan di bantaran, maupun di dalam sungai; dan
d. Pengerukan sampah dan sedimen di sungai-sungai: Wai Batu Gantong, Wai Batu Gajah, Wai Tomu, Wai Batu Merah, dan Wai Ruhu

4.8.      Rencana Pengelolaan Limbah
            Pasal 35 RTR Kota Ambon 2011-2031 Rencana sistem jaringan pengelolaan limbah meliputi sistem jaringan limbah cair, limbah udara, limbah B3, dan limbah domestik. Rencana pengembangan sistem jaringan limbah cair, limbah udara, limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun), meliputi:
a. Pengembangan instalasi pengolahan air limbah untuk kawasan industri, rumah sakit, hotel dan restoran;
b. Pemisahan saluran air limbah dengan drainase;
c. Penentuan baku mutu effluent untuk air limbah industri, rumah sakit, hotel dan restoran;
d. Pengadaan fasilitas pengukuran kualitas udara;
e. Penentuan baku mutu gas buangan kendaraan dan pabrik;
f. Pengembangan fasilitas pengolahan limbah B3 disesuaikan dengan studi kelayakan yang diadakan sebelumnya; dan

4.9.      Rencana Pola Ruang
            Rencana Pola ruang kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 38 RTR Kota Ambon 2011-2031 meliputi :
a. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
d. kawasan pelestarian alam;
e. kawasan rawan bencana;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.
            Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya meliputi kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi dan resapan air. Kawasan Hutan Lindung di wilayah Pusat Kota Ambon meliputi Hutan Lindung Gunung Nona, Hutan Lindung Gunung Sirimau. Pengelolaan kawasan Hutan Lindung dilakukan guna mengembalikan fungsi tata air DAS, dan untuk pencegahan erosi, longsor dan bencana banjir serta untuk pemeliharaan kesuburan tanah.
            Kawasan Konservasi dan Resapan Air meliputi Kawasan resapan air Kecamatan Sirimau; meliputi Kawasan Lindung dan Penyangga Gunung Sirimau; Hulu DAS Air Besar, Air Panas, Wai Niwu 1 dan Wai Niwu 2 di Negeri Soya; Hulu DAS Wairuhu; Hulu DAS Batu Merah; dan Hulu DAS Waitomu. Pengeloaan kawasan konservasi dan resapan air dilakukan guna memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir pada kawasan di bawahnya maupun disekitar kawasan.


Kawasan perlindungan direncanakan meliputi:
a.  Kawasan sempadan pantai
            Memiliki lebar 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat pada kawasan yang belum berkembang di Kota Ambon; dan pada kawasan-kawasan yang sudah berkembang, lebar kawasan sempadan pantai adalah 5 sampai 25 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
            Penetapan kembali garis sempandan pantai disesuaikan dengan kondisi eksisting wilayah pesisir kota Ambon. Normalisasi sistem drainase dan/atau daerah muara sungai; dan pembangunan tanggul penahan abrasi di tepi pantai.

b.  Kawasan sempadan sungai
            Untuk sungai bertanggul, di dalam kawasan perkotaan, garis sempadannya sekurang-kurangnya 1 (satu) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Untuk sungai tidak bertanggul, di dalam kawasan perkotaan sempadannya sekurangkurangnya 3 (tiga) meter dari tepi sungai. Untuk sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, garis sempadannya sekurangkurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul, dan untuk sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sepandan sungainya sekurangkurangnya 10 (sepuluh) meter dari tepi sungai.
            Penetapan kembali garis sempadan sungai dari hulu hingga hilir disesuaikan dengan kondisi eksisting sungai. Penetapan jalur hijau di sungai-sungai dan penetapan jalan inspeksi sepanjang sungai dengan lebar jalan 1 (satu) sampai dengan 10 (sepuluh) meter dari tepi sungai pada sungai-sungai dalam wilayah Kota Ambon.

c.  Kawasan sekitar mata air.
            Kawasan sekitar mata air direncanakan terletak di: Wai Nitu; Air Besar, Air Panas, Wai Niwu 1 dan Wai Niwu 2 Desa Soya.
            Rencana pengelolaan kawasan sekitar mata air diarahkan untuk pengembangan dan pemeliharaan kawasan sekitar mata air untuk menjaga ketersediaan air bersih yang cukup secara berkelanjutan bagi kebutuhan masyarakat kota Ambon. Rencana pengembangan dan pemeliharaan kawasan sekitar mata air meliputi:
a. Mata air Wai Nitu di kecamatan Nusaniwe berlokasi di Kelurahan Wainitu dan Kelurahan Kudamati
b.  Air Keluar di kecamatan Sirimau, berlokasi di Negeri Urimessing
c.  Air Besar di kecamatan Sirimau, berlokasi di Negeri Soya
d. Air Panas, di Kecamatan Sirimau, berlokasi di Negeri Soya
e.  Wai Niwu 1 di kecamatan Sirimau, berlokasi di Negeri Soya
g.  Wai Niwu 2 di kecamatan Sirimau, berlokasi di Negeri Soya
h.  Wai Batu Gajah di kecamatan Sirimau, berlokasi di Kelurahan Batu Gajah
i.   Mata Air lain di wilayah Kota Ambon yang belum dikelola.

4.10.     Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau
           
            Kawasan ruang terbuka hijau direncanakan seluas 30% dari wilayah kota meliputi ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Ruang terbuka hijau publik pengembangannya kurang lebih seluas 20% meliputi hutan lindung, hutan kota, kawasan konservasi dan resapan air, sepandan sungai, sepandan mata air, taman kota, tempat pemakaman umum, jalur hijau di sepanjang jalan, lapangan olahraga, dan jalur hijau median jalan;

4.11.     Realitas Permasalahan vs Rencana Pengembangan
   a.      Permasalahan transportasi
                        Pusat Kota Ambon sebenarnya tidak lagi mampu menampung jumlah alat transportasi yang kian menumpuk di Kota Ambon. Untuk itu diperlukan strategi pemerintah dalam mengatasi kemacetan jalan yang semakin marak terjadi di Pusat Kota Ambon. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan meningkatkan kualitas terminal Mardika sebagai sentra kegiatan transportasi di Pusat Kota Ambon. Rencana pengembangan yang diajukan pemerintah hingga saat ini tidak terlihat. Realitas yang ada membuktikan bahwa terminal Mardika memiliki kondisi yang tidak begitu layak untuk dimanfaatkan dan memiliki status yang tidak jelas.
                        Beberapa ruas jalan di dalam terminal mengalami kerusakan jalan yang justru dapat menyebabkan banjir dan menghambat proses transportasi ( lihat gambar 1). Selain itu fungsi terminal sebagai tempat mobil angkutan umum berlabuh justru dimanfatkan sebagai pasar bagi PKL yang tidak tertib. Akibatnya sering terjadi kemacetan yang sangat menghambat transportasi. Sepertinya keberadaan terminal Mardika tidak untuk memperlancar proses transportasi, malahan semakin meningkatkan tingkat kemacetan. 

Perencanaan Pesisir Teluk Ambon Luar


Oleh : Cyecilia Pical, Verolina Daada, Romla Acim, Monalisa Lainata, Nurfitri Henaulu dan Roosnilawati Marasabessy

I   PENDAHULUAN


1.1       Latar Belakang
            Perairan Teluk Ambon terbagi menjadi dua bagian dengan karakteristik yang juga berbeda. Teluk Ambon Dalam (TAD) memiliki kedalaman 44 meter sedangka Teluk Ambon Luar (TAL) memiliki kedalaman mencapai 100 meter dan berhubungan langsung dengan Laut Banda. Teluk Ambon termasuk perairan yang khas dengan berbagai ekosistem pantai tropis di dalamnya seperti Ekosistem Mangrove, Ekosistem Lamun, Ekosistem Terumbu Karang dan lain sebagainya (Sediadi, 1985).
            Teluk Ambon menjadi suatu bagian penting dalam perkembangan Kota Ambon sebab pusat kegiatan ekonomi berpusat di daerah pesisir Teluk Ambon, termasuk juga Teluk Ambon Luar. Pesisir Teluk Ambon Luar menjadi bagian dari pusat Kota Ambon baik untuk kegiatan ekonomi, sosial, industri, pariwisata dan lainnya. Melihat tingginya intensitas pembangunan di daerah pesisir saat ini, maka perlu dibuat perencanaan pesisir khususnya bagian pesisir TAL sehingga setiap pembangunan yang dilakukan dapat terarah dengan baik. Selain itu perencanaan yang dibuat harus mengacu kepada potensi dan permasalahan pesisir sehingga perencanaan pembangunan yang akan dilakukan dapat mengatasi permasalahan dimaksud.

1.2       Tujuan
            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar dapat membuat perencanaan pesisir dan laut  Teluk Ambon Luar secara sederhana dengan mempertimbangkan potensi dan permasalahan yang ada.


II   PEMBAHASAN

2.1       Deskripsi Lokasi Teluk Ambon Luar
            Teluk Ambon Luar (TAL) merupakan bagian luar dari daerah Teluk Ambon meliputi pesisir Tantui hingga pesisir Seilale di sebelah selatan dan pesisir Rumahtiga hingga Alang di sebelah utara. Dibandingkan Teluk Ambon Dalam (TAD), TAL  lebih luas, dalam dan berhubungan langsung dengan Laut Banda. Luas teluk ini sekitar 143,5 km2 dan panjangnya sekitar 30 km. Ekosistem yang ada di kedua bagian teluk ini adalah ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut dan sebagainya. Kondisi perairan TAL lebih terbuka sehingga banyak mendapatkan pengaruh langsung dari Laut Banda. Sedangkan kawasan pesisirnya lebih dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan ekonomi dan pembangunan dan pariwisata.

Perencanaan Pesisir Teluk Ambon Luar 2012


Selengkapnya dapat didownload pada link berikut : Perencanaan Pesisir TAL