Selasa, 18 Oktober 2011

Turbinaria ornata Rumput Laut Ekonomis Penting Di Maluku

Turbinaria ornata sebagai Rumput Laut
Ekonomis Penting di Maluku




Disusun oleh:

CYECILIA PICAL
2009 – 63 – 028
MSP


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2011


Turbinaria ornata Rumput Laut Ekonomis Penting Di Maluku
I.      Taksonomi  dan Deskripsi Spesies
Taksonomi
Kingdom     :
Plantae
Divisi           :
Phaeophyta
Kelas :
Phaeophyceae
Ordo :
Fucales
Famili         :
Sargassaceae
Genus         :
Turbinaria
Spesies        :
Turbinaria ornata

                 Memiliki struktur thalus  agak keras atau kaku, tebal, serta  tubuh yang  tegak. Perbedaan dengan jenis lainnya, jenis ini memiliki blade  yang umumnya seperti corong dengan pinggir bergerigi. Karakteristik jenis ini adalah pinggir bladeya membentuk bibir dengan bagian tengah blade melengkung ke dalam. Merupakan alga yang hidup pada karang. Rhizoid pada Turbinaria ornate  akan terlihat menyebar pada permukaan karang di zona intertidal. Dapat hidup dalam kelompok kecil maupun ada dalam kelompok yang penyebarannya sangat luas. Sebagian besar berwarna cokelat kekuningan sampai cokelat tua dengan bintik-bintik cokelat tua.
Gambar Morfologi Turbinaria ornata 


II.     Penyebaran Turbenaria ornata
                        Turbinaria sp merupakan alga tropis yang menyebar hampir di seluruh perairan tropis termasuk pula Indonesia dan Maluku pada khususnya. Di Indonesia, Turbinaria ornata menyebar pada beberapa daerah seperti di perairan sekitar Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Selatan, Madura, Bali, NTB, NTT, Sulawesi dan beberapa pulau di Maluku. Awalnya orang hanya memnafaatkan Turbinaria ornata sebagai bahan makanan yakni sebagai sayur-sayuran dalam kehidupan sesehari.
                        Di Maluku Turbinaria ornata di temukan pada beberapa lokasi antara lain di Maluku Tenggara Barat (Kecamatan Selaru, Kecamatan Wermaktian, Kecamatan Tanimbar Utara, dll), Pulau Osi-Kabupaten Seram Bagian Barat, di Desa Hutumuri, dan  beberapa daerah lainnya.

III.    Pemanfaatan Turbinaria ornata di Maluku
                        Walaupun tidak sepesat pemanfaatan Eucheuma cottoni, tetapi pemanfaatan Turbinaria ornata  di Maluku mulai berkembang. Hal ini dikarenakan Turbenaria ornate memiliki kandungan alginat yang jika diekstraksi secara maksimal sangat bernilai ekonomis. Di Maluku sendiri Turbinaria ornata dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, bahan baku farmasi, bahan baku kertas sampai bahan makanan. Secara umum dulu masyarakat hanya memanfaatkan Turbinaria ornata sebagai bahan sayuran biasa yang nilai ekonomisnya masih sangat rendah. Saat ini di daerah Maluku Tenggara Barat pemanfaatan Turbinaria ornata semakin meningkat mengingat pemanfaatan alginate yang bernilai ekonomis penting.
                        Kini orang mulai melirik Turbinaria ornata sebagai bahan baku indutri akibat kandungan alginate yang terkandung di dalamnya. Namun sangat disayangkan perkembangan industri pemanfaatan rumput laut di Indonesia belum secanggih negara-negara lainnya sehingga pemanfaatan sumberdaya rumput laut di Indonesia sebagian besar  hanya sampai kepada tahap eksport bahan baku. Turbinaria ornata biasanya dieksport ke Filipina dan kemudian akan diolah menjadi beraneka produk di sana.

IV.   Manfaat Ekstraksi Turbinaria ornata

                         Kandungan kimia bermanfaat yang terkandung dalam tubuh Turbinaria ornata adalah alginate dan  iodine. Dari kedua kandungan zat yang ada, yang baru mendapatkan perhatian khusus dalam pemanfaatan adalah kandungan alginate yang terkandung dalam Turbinaria ornata. zat ini akan memiliki nilai manfaat yang tinggi jika telah melalui tahap pengolahan yang baik.
                        Asam alginik (alginic acid) atau Alginat adalah polisakarida yang merupakan atau berasal dari getah selaput (membran mucilage) dari alga coklat Phaeophyceae. Istilah alginat biasanya ditunjukan untuk asam alginat dan garam-garam dari asam alginat. Selain itu alginat juga merupakan nama dagang dari Na alginat. Alginat dapat dihasilkan dari alga coklat seperti Laminaria, Microcystis, Sargassum, Ascophyllum, Ecklonia, Eisenia, dan Turbinaria. Di Indonesia alga coklat penghasil alginat yang banyak dijumpai adalah Sargasum dan Turbinaria. Namun Turbinaria biasanya mempunyai kandungan asam alginat yang lebih tinggi (20-22%) dari sargassum (13-18%). Berikut ini adalah manfaat-manfaat dari Turbinaria ornata, antara lain :

        •   Bidang Farmasi
            Alginat dan asam alginat biasanya digunakan dalam potologi pencernaan. Secara umum dikombinasikan dengan natrium bikarbonat dan alumunium hidoksida. Garam natrium dari β-poli asam-manuronat digunakan sebagai tambahan dalam pembatasan makanan untuk mengobati obesitas. Kalsium alginat sudah diketahui sebagai media koagulasi darah yang paling efektif. Kalsium alginat juga diketahui membentuk wool atau kain kasa hemostatik yang apabila kontak dengan darah dan eksudat, alginat akan membentuk serabut gel, yang menyebabkan penghentian pendarahan. Pada teknologi farmasi, alginat digunakan juga sebagai zat pengental, pengikat (penstabil, emulasi, sespensi). Disintegrator (formulasi tablet) juga digunakan dalam formulasi yang tahan terhadap keasaman lambung (kapsul dengan salut enterik). Selain itu Turbinaria ornata juga dimanfaatkan untuk bahan cetakan gigi dan bahan pembersih gigi.

        •   Bidang kosmetik
             Dalam industri kosmetik, sabun dan deterjen, alginat dengan viskositas yang berbeda merupakan bahan penolong yang penting sebagai pengental dan zat pendispersi dalam produk seperti salep, krim, jeli, emulsi, cairan, lotion, pasta gigi, bedak padat, sabun dan kosmetik rambut. Alginat digunakan sebagai penstabil busa dalam industri sabun dan deterjen. Alginat memiliki kerjasama yang baik dengan bahan penstabil lain seperti pati, gum, pektin, dan lain-lain. Krim kulit dan krim kecantikan, juga emulasi biasanya mengandung alginat yang dianggap memiliki sifat yang baik secara dertamologi .

        •   Makanan
             Sifat alginat yang tidak beracun, digunakan pada industri makanan seperti pada pembuatan es krim sebagai stabilisator dan mencegah terjadinya kristal es. Alginat digunakan pada makanan dingin untuk meningkatkan tekstur selama proses freez-thaw. Dalam sirup sebagai suspensi padat, pada salad dan saus sebagai emulsifer. Sifat gel dari alginat untuk menyiapkan campuran puding, pengisi kue, dan makanan yang dihasilkan pabrik. Alginat dapat dimanfaatkan menjadi es krim, serbat, susu es, roti, kue, permen, mentega, saus, pengalengan daging, selai, sirup, pudding, dan lainnya.

         •   Industri
             Alginat digunakan sebagai lapisan kertas, industri katun tekstil dan cat, keramik, bahan pembuat tablet, alat pengkilap, juga digunakan dalam plastik, vulkanite fiber, industri kulit imitasi, produk gelas dan industri.


SUMBER :


Afilawati Metekohy, Kajian Komunitas Algae di Pulau Ambon (Suli, Tantui, Hutumuri).
http://anakmuda-pohara.blogspot.com/ (Jumat, 24 Juni 2011;Pukul 21.18 WIT)
http://www.coremap.or.id/downloads/1754.pdf (Jumat, 24 Juni 2011;Pukul 21.32 WIT)
Wellem M. Laratmase,2006. Rumput Laut, Pengolahan, dan Manfaatnya Dalam Aneka Industri.

PS: maaf gambarnya tidak dapat ditampilkan
untuk selengkapnya dapat didownload pada link berikut:
http://www.4shared.com/office/u_P4ZLxj/konservasi_sdhl_tradisional-sa.html

PEMETAAN (MAPPING) SUMBERDAYA

TUGAS KELOMPOK MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
“Konsep Pemetaan Sumberdaya”

Oleh :

KELOMPOK IV :
CYECILIA PICAL (2009 – 63 – 028)
MIFTAH MAKATITA
NELCY RATUWANIK


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2010


PEMETAAN  (MAPPING)  SUMBERDAYA

A.  Pengertian
Pemetaan sumberdaya  adalah suatu cara atau metode yang digunakan untuk menggambarkan  kondisi wilayah baik RT, desa, dusun, atau  wilayah yang lebih luas, yang di dalamnya mengandung sejumlah sumberdaya baik yang ada di darat maupun yang ada di perairan.

B.  Tujuan
Pemetaan sumberdaya bertujuan untuk memberikan gambaran bagi siapa saja terlebih khusus kepada masyarakat tentang kondisi suatu wilayah.  Pemetaan ini mampu memfasilitasi masyarakat dalam mengungkap kondisi wilayah baik letak sarana pendukung infrastruktur desa (Puskesmas, Tempat Ibadah, Pemukiman umum), maupun sejumlah sumberdaya baik yang ada di darat maupun di perairan.

C.  Cara Melakukan Pemetaan
Secara umum, pemetaan dapat dilakukan di atas tanah atau di atas kertas. Sering kali dipakai simbol-simbol dan peralatan yang sederhana seperti tongkat, batu-batuan dan biji- bijian. Keuntungan pemetaan dibuat di atas tanah adalah luasnya peta yang tidak terbatas dan banyak orang dapat berperan aktif dalam pelaksanaannya. Tetapi, kalau digambar di tanah, hasilnya harus digambar kembali atas kertas agar hasilnya tidak hilang.



D.  Alat dan Bahan       :  -     Alat Tulis
                                               -     Kamera

E.   Langkah-langkah melakukan Pemetaan:







1.      Tentukan wilayah atau tempat yang menjadi titik pengamatan yang akan digambar.
2.      Lakukan observasi pada wilayah yang telah ditentukan dengan memperhatikan secara detail batas wilayah, letak berbagai sarana masyarakat yang ada, letak sumberdaya baik di darat maupun di perairan.
3.      Lakukan wawancara dengan masyarakat sekitar agar dapat menambah informasi yang dibutuhkan.
4.      Setelah memperoleh data yang memadai, buatlah kesimpulan dari data yang diperoleh.
5.      Tentukan simbol-simbol yang akan digunakan dalam proses pemetaan.
6.      Setelah disepakati, peta kemudian digambarkan sesuai dengan data yang ada.
7.   Libatkan pula masyarakat dalam proses menggambar peta pemetaan lokasi tersebut sehingga  masyarakat dapat memberikan masukkan yang lebih rinci mengenai letak berbagai  sarana masyarakat maupun letak  setiap sumberdaya yang ada.
8.      Jangan lupa mendokumentasikan setiap proses yang dilakukan baik observasi, wawancara, maupun proses pemetaannya.


Sumber :
http://www.scribd.com/doc/6190692/Bahan-Belajar-PRA (Kamis, 16 Desember 2010 ; Pukul 21.29 WIT)

Clean Development Mechanism

NAMA     :    CYECILIA PICAL                                                                                            
NIM         :    2009 – 63 – 028
PRODI     :    MSP
TUGAS PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN

CDM (Clean Development Mechanism)
Mekanisme Pembangunan Bersih atau yang lebih dikenal dengan istilah CDM (Clean Development Mechanism) merupakan salah satu  upaya tindak nyata bagi keberlangsungan mekanisme pembangunan berkelanjutan secara teknis yang terdapat di dalam Protokol Kyoto pasal 12. Protokol Kyoto merupakan sebuah hasil perundingan atau komitmen sebuah Konvensi Perubahan Iklim di Kyoto-Jepang pada tahun 1997. Upaya-upaya ini dilakukan akibat pemanasan global yang berdampak kepada perubahan iklim di bumi. Konvensi ini sendiri merupakan tindak lanjut dari hasil KTT Bumi di Rio, de Janeiro Brasil tahun 1992.
            Melalui Protokol Kyoto dihasilkan 3 mekanisme dalam upaya mengatasi perubahan iklim yakni ET (Emission Trading), JI (Joint Implementation) dan CDM (Clean Development Mechanism). Di antara ketiga mekanisme ini, Indonesia memiliki peluang untuk dapat merealisasikan mekanisme CDM. Hal ini dikarenakan CDM-lah yang memungkinkan terjadinya komitmen kerja sama  antara negara maju dan negara berkembang.  Sedangkan dua lainnya adalah  komitmen yang hanya ditujukan bagi sesama negara maju. Mekanisme ini pada dasarnya merupakan perdagangan karbon dengan nilai US$ 1,5 – US$ 5,5 juta per ton. CDM termasuk mekanisme kerja sama multilateral antara negara maju (negara yang dianggap telah menghasilkan kadar CO2 tinggi dan tergabung dalam kelompok Annex I) dengan negara berkembang (negara yang dianggap masih menghasilkan kadar CO2 rendah dan di luar kelompok Annex I).
Adapun tujuan dari CDM antara lain sebagai berikut :
  Membantu negara berkembang yang tidak termasuk sebagai negara Annex I dalam menerapkan pembangunan yang berkelanjutan serta menyumbang pencapaian tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim, yaitu menstabilkan konsentrasi GRK dunia pada tingkat yang tidak akan mengganggu sistem iklim global.
  CDM membantu negara-negara Annex I untuk memenuhi target pengurangan emisi rata-rata mereka sebesar 5,2 persen di bawah tingkat emisi tahun 1990, sesuai dengan ketentuan di dalam Protokol Kyoto dalam periode 2008-2012.

Sesuai tujuannya, CDM menghasilkan proyek yang dapat menurunkan emisi GRK serta mendukung pembangunan berkelanjutan. Bukti bahwa proyek tersebut telah menurunkan emisi GRK adalah dengan diterbitkannya sertifikat pengurangan emisi (Certified Emission Reductions-CERs) oleh Badan Eksekutif CDM atas proyek yang bersangkutan. Sertifikat inilah yang kemudian dapat dijual negara berkembang ke negara maju. Negara berkembang yang terlibat langsung dalam CDM akan mendapatkan investasi baru untuk melakukan kegiatan yang dapat menurunkan emisi GRK dan juga mendukung pembangunan berkelanjutan di negaranya. Selain itu, melalui mekanisme CDM ini negara-negara tersebut akan mendapatkan keuntungan berupa adanya transfer teknologi dan dana tambahan yang dapat membantu mereka untuk mempersiapkan diri menghadapi dampak yang ditimbulkan perubahan iklim.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan kegiatan atau proyek yang menunjang CDM, antara lain:
     Mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan di negara tuan rumah.
     Menghasilkan keuntungan yang benar-benar terjadi, terukur dan berjangka panjang, sehubungan dengan mitigasi perubahan iklim.
     Memenuhi additionality lingkungan, yaitu dimana emisi GRK antropogenik pada sumber berkurang dibandingkan emisi yang akan terjadi jika tidak ada kegiatan proyek CDM.

Bagi Indonesia, bukan hanya proyek dalam bidang energy dan kehutanan yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan penyerap CO2. Luasnya laut Indonesia juga sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai penyerap CO2. Karena laut memiliki kemampuan menyerap CO2 dan menyimpannya selama ribuan tahun di dalam laut. Tentunya semua ini dilakukan untuk upaya menangani perubahan iklim dan bagaimana pembangunan berkelanjutan di Indonesia dapat tetap berjalan. Harus diketahui pula bahwa partisipasi masyarakat menjadi pengawal yang menjamin bahwa proyek berkontribusi positif bagi pembangunan berkelanjutan di negara tuan rumah sehubungan dengan mekanisme CDM. Baik persetujuan nasional maupun internasional mensyaratkan adanya konsultasi publik. Sebab keseimbangan lingkungan tidak dapat dilepas pisahkan dari setiap aktifitas masyarakat.



Sumber :

Jumat, 14 Oktober 2011

Mengapa hewan yang hidup di mintakat abisal memiliki cangkang yang tipis dan mudah larut ?

oleh :
CYECILIA PICAL (2009 - 63 - 028)

Mengapa hewan yang hidup di mintakat abisal memiliki cangkang yang tipis dan mudah larut ?
        Jawab :
                Di mintakat abyssal yang terletak antara 2000 m – 6000 m ke dasar laut, penetrasi  cahaya matahari sudah tidak lagi menembusi lapisan ini. Jika tidak ada cahaya yang masuk maka proses fotosintesis tidak akan berlangsung. Hal ini mengakibatkan adanya penumpukan CO2 yang berasal dari difusi udara. Selain itu, CO2 dalam kolom air juga bisa berasal dari hasil metabolisme organisme. Karbon anorganik di perairan ada dalam bentuk karbondioksida (CO2) dan ion bikarbonat (HCO3).  Terlarutnya CO2 dalam jumlah yang banyak juga akan menyebabkan naiknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di lautan, sehingga akan mengurangi pH lautan yang bersifat alkali (basah) menjadi semakin asam (semakin rendah nilai pH, semakin asam sebuah larutan). Hal ini tentunya menimbulkan konsekuensi negatif terhadap organisme bercangkang yang memanfaatkan kalsit dan aragonit dari kalsium karbonat untuk membentuk cangkang. Kalsit dan aragonit stabil di permukaan air karena ion karbonat berada pada kondisi sangat jenuh. Dengan turunnya pH air laut, konsentrasi ion karbonat ini juga akan turun, dan pada saat karbonat berada pada kondisi tak jenuh, struktur yang dibentuk dari kalsium karbonat menjadi rapuh dan akan mudah terpecah/terputus. Jadi Kandungan karbondioksida yang tinggi di perairan dapat berpengaruh pada mudah larutnya zat kapur (CaCO3) di dalam air. Hal inilah yang mengakibatkan hampir sebagian besar hewan bercangkang pada mintakat abyssal memiliki struktur cangkang dan kerangka  yang lemah, yakni tipis dan mudah larut.

sumber : 


Ekologis Laut Dalam

oleh :
CYECILIA PICAL
2009 - 63 - 028
PRODI MSP-FPIK UNPATTI AMBON
2011
Beberapa jenis organism pada table di atas (lihat penulisan pada blog saya tentang Hewan di Laut Dalam) merupakan contoh hewan yang hidup pada laut dalam dan mengalami adaptasi-adaptasi khusus terutama bentuk fisiknya terhadap situasi lingkungan perairan dalam. Secara umum, komposisi biota laut dalam didominasi oleh detritus feeder, antara lain Spons (porifera), Teripang (Holothuridea), Bintang laut (Asteroidea), Anemon laut (Anthozoa), Karang (Anthozoa),Polychaeta (Annelida, Echiura dan Sipuncula, Kima (Molusca), Crustacea, dan hewan lainnya.
        B.   Ekologi Laut Dalam
                Laut dalam adalah Seluruh zona yang berada di bawah zona eufotik (zona bercahaya), mencakup zona batipelagis, abisal dan hadal (Nontji,2002). Tentunya kondisi laut dalam berbeda dengan kondisi di permukaan laut. Berikut ini adalah kondisi lingkungan laut dalam :
   Cahaya
Kondisi ketersediaan cahaya di laut dalam umumnya redup sampai gelap gulita. Akibat ketersediaan cahaya yang buruk sehingga proses fotosintesis tidak berlangsung pada zona ini.
                   Tekanan Hidrostatis
Tekanan di dalam laut akan meningkat secara konstan sebanyak 1 ATM (1 kg/cm2), setiap pertambahan kedalaman 10 meter. Sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan hidrostatisk yang bekerja di laut dalam sangat ekstrim
   Suhu
Keadaan suhu pada perairan laut dalam umumnya seragam, dengan kisaran 1 – 3oC (kecuali wilayah hydrothermal vents (>80oC) dan cold hydrocarbon seeps (<1 oC)
   Salinitas
Umumnya salinitas laut dalam seragam (35 permil) dan tidak mengalami variasi yang berarti.  Pada daerah cold hydrocarbon seeps yang semakin dalam, salinitas juga bertambah (hipersain = 40 permil)
   Sirkulasi air
Pada kedalaman yang cukup tinggi sirkulasi air akan sangat lamban (< 5 cm/detik), tergantung pada bentuk dan topografidasar laut. Sikulasi air dan ventilasi dalam palung sangat menentukan kadar oksigen di laut dalam.
   Kadar Oksigen
Cukup untuk menghidupi seluruh organisme di laut dalam (DO= 4% hingga 6%; di perairan eufotik, DO= 3.5% hingga7%). Sumber oksigen utama: air permukaan laut di Antartika dan Arktik yang kaya Oksigen, Air bersifat anoksik: Teluk Kau (Halmahera), Palung Carioca (Venezuela), Palung Santa Barbara (USA)
   Tipe substrat
 Terdiri atas substrat yang halus,  Substrat berbatu di daerah mid-ocean ridge
   Suplai makanan
Kandungan makanan pada lingkungan laut dalam sangat langka. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya cahaya untuk berfotosintesis sehingga organism hanya bergantung pada pakan yang diproduksi di tempat lain dan terangkut oleh proses hidrodinamis ke wilayah laut dalam
   Jenis pakan
Hujan plankton atau partikel organik lain, Jatuhan bangkai hewan besar atau tumbuhan, Bakteri berlemak yang mudah dicerna (rata-rata populasi bakteri 2mgC/m2), Bahan organik terlarut

                Berdasarkan kondisi lingkungan laut dalam di atas, tentunya setiap biota yang menghuni atau mendiami perairan laut dalam tersebut telah mengalami adaptasi terhadap kondisi lingkungan seperti dimaksud. Di bawah ini adalah ciri-ciri biota yang menghuni laut dalam :
   Kolom perairan (Pelagis)
        a.     Penghuni mesopelagis
                Pada wilayah mesopelagis yakni antara 200 m – 1.000 m, hewan-hewan yang menghuninya memiliki warna yang umunya abu-abu keperakan atau hitam (ikan), ungu kelam (ubur-ubur) dan merah (crustacea). Selain itu dicirikan dengan bentuk mata besar dan penglihatan senja (tingginya pigmen rodopsin dan kepadatan sel batang pada retina akan memberi kemampuan maksimum dalam melihat dan mendeteksi cahaya), sebab di daerah ini penetrasi cahaya sudah berkurang bahkan tidak ada. Untuk menyesesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya, organisme pada wilayah mesopelagis memiliki kemampuan bioluminusens yaitu kemampuan memproduksi cahaya pada makhluk hidup, biasanya dilengkapi oleh organ penghasil cahaya (fotofor). Hewan di wilayah ini juga didukung dengan bentuk mulut yang besar, morfologi mulut, rahang, dan gigi yang mendukung efektifitas penangkapan mangsa. Semua adaptasi yang dialami adalah merupakan strategi yang dilakukan tiap organism untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sehingga dapat tetap bertahan hidup.

                        b.    Penghuni batipelagis dan abisal-pelagis
                Ikan yang ditemukan umumnya berukuran sangat kecil, namun invertebrata yang hidup umumnya berukuran sangat besar Ikan wilayah ini berwarna hitam kelam, sedangkan invertebratanya seakan tidak berpigmen (putih cerah). Ukuran mata sangat kecil, bahkan tidak bermata, bahkan ada yang memiliki mata berbentuk pipa (ikan Argyropelecus) dan sebelah matanya lebih besar (cumi-cumi Histioteuthis). Semua perubahan ini disesuaikan dengan kondisi perairan yang merupakan daerah gelap sepanjang masa. Di daerah tersebut tidak berlangsung kegiatan fotosintesis, berarti tidak ada produsen, sehingga yang ditemukan hanya konsumen dan dekompos saja. Ekosistem laut dalam merupakan suatu ekosistem yang tidak lengkap.

   Dasar perairan (Bentik)
        a.     Penghuni dasar batial
Di wilayah ini umumnya hewan tidak berwarna atau putih kotor (tidak berpigmen) dan didominasi oleh bakteri yang berukuran besar.
        b.    Penghuni dasar abisal
Organisme yang mendiami dasar abisal umumnya tidak berwarna atau putih kotor (tidak berpigmen).

Hewan-Hewan Yang Hidup Di Laut Dalam

              Hewan-hewan yang hidup di laut dalam

No.
Nama Hewan
Gambar
1.
Ikan Viper

Ikan ini hidup pada kedalaman 80-1600 meter. Memiliki mulut yang lebar dan gigi tajam yang tajam. seperti kebanyakan ikan dari lautan dalam, ikan ini tidak memiliki warna kulit alias tembus pandang dan organnya menyala karena proses bioluminescence. Ikan ini dicirikan dengan mata yang besar untuk mengumpulkan cahaya sebanyak mungkin di dalam kondisi minim cahaya atau bahkan tanpa cahaya sama sekali.



2.
Anoplogaster cornuta

Ikan ini dikenal dengan nama Fangtooth memiliki tubuh yang pendek dilengkapi kepala yang berukuran besar. Ikan ini mampu hidup pada laut yang cukup dalam yakni pada kedalaman 16.000 kaki. Pada kedalaman ini tekanannya cukup tinggi serta temperature hampir membeku dan mengakibatkan sulitnya mendapatkan makanan sehingga akan  memangsa semua  ditemui.





3.
Glowing Sucker Octopus
(Stauroteuthis syrtensis)

Hewan ini hidup pada kedalaman 2500 m yakni tergolong dalam mintakat abyssal. Tepatnya hewan ini ditemukan di Palung Mariana. Ukuran bahkan mencapai 50 cm. 








No.
Nama Hewan
Gambar
4.
Hirondellea gigas

Hirondellea gigas termasuk ikan laut dalam karena mampu hidup di kedalaman 10.900 m.





5.
Scaly Dragonfish (Stomias Boa)

Hidup di kedalaman 200-1500 m dan memiliki  ukuran tubuh sekitar 32 cm. Pada bagian samping tubuhnya terdapat organ cahaya yang digunakan sebagai penanda bagi ikan lainnya saat musim kawin.






6.
Angler Fish

Hewan ini dikenal pula dengan sebutan Melanocetus johnsoni. Memiliki tubuh yang berkembang sampai 5 inci dan mirip bola basket jika dilihat. Ikan ini ditemukan pada kedalaman sekitar 3000 kaki




7.
Giant Isopod (Bathynomus Giganteus)

Memiliki tubuh yang juga panjang dan hidup di kedalaman mencapai 2.000 kaki



8.
Football Fish
(Himantolophus Paucifilosus).

Football Fish hidup di kedalaman laut antara  1000 m -4000 m serta memiliki ukuran tubuh mencapai 45 cm.

9.
Dumbo Octopus (Grimpoheuthis)

Hewan ini mampu hidup dari kedalaman 300-5000 m di dalam laut. Ukurannya bahkan hingga 150 cm.