Rabu, 13 Juli 2011

5 Kelas Utama Fitoplankton


“5 Kelas Utama Fitoplankton”

Disusun oleh :

Cyecilia Pical
MSP
2009 – 63 - 028

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2010


5  Kelas Utama Fitoplankton

1.    Diatom  (Kelas Baccilariophyceae)
Bacillariophyceae atau diatom terdapat lebih dari 250 marga dan sekitar 100.000 spesies. Diatom merupakan mikroflora utama di lingkungan yamg cukup sinar matahari untuk mempertahankan aktivitas. Diatom selain bersifat kosmopolit juga memiliki laju pertumbuhan yang tinggi. Sebagi misal pada perairan yang subur dan tidak tercemar kepadatan populasinya dapat mencapai 2.000-10.000 sel per liter air.
Adapun beberapa ciri yang mampu mendeskripsikan diatom yakni sebagai berikut :

           Bentuk Sel

Sel diatom terlihat seperti kapsul dengan lapisan luar berwarna kuning kecokelatan. Selnya terdiri dari 2 katub (valva) yang menyatu dan membentuk cawan petri.  Epitheca merupakan katub bagian atas dan berukuran besar. Sedangkan hypotheca merupakan katub dengan ukuran lebih kecil dan terletak di bagian bawah.                                                               

Pada bagian dalam frustula terdapat sitoplasma yang melapisi vakuola berisi cairan sel. Selain itu, Protoplasma  diatom memiliki inti, sebuah vakuola pusat dan satu sampai beberapa kecoklatan plastida yang mengandung klorofil a dan c serta 13 karoten dan xanthopil. Hal ini yang mengakibatkan diatom menjadi organisme autotrof yang mampu mengalami proses fotosintesis dengan bantuan klorofil.


Bentuk sel diatom sangat bermacam-macam dengan bentuk dasar bilateral simetris (Pennales) dan radial (Centrales).
Beberapa tampak seperti perahu, sedang yang lain seperti balok, cakram atau segitiga.
           Habitat
              Diatom mempunyai kelimpahan yang tinggi dan dapat ditemukan di berbagai habitat misalnya tanah basah, dinding batu, karang terjal, gambut dan kulit kayu. Juga dapat dilihat sebagai buih kuning di atas lumpur pada selokan atau kolam.
Berdasarkan cara hidupnya diatom dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu :
a.  Diatom Bentos
Diatom bentos pada umumnya hidup bercampur dengan lumpur atau menempel pada substrat di dasar perairan, misalnya Cymbella, Gomphonema, Cocconeis, dan Eunotia.
b.  Diatom Plankton
      Diatom plankton biasanya hidup melayang-layang bebas di perairan, baik air tawar maupun air laut. Di air tawar diatom dapat ditemukan di sungai, danau, kolam, rawa-rawa, dan ada juga yang bisa ditemukan di perairan yang suhunya mencapai 45 0C. Beberapa diatom hidup sebagai epifit pada alga lain atau tanaman air

    Siklus Hidup Diatom
Siklus Hidup Diatom

Diatom dalam pertumbuhannya mengalami fase vegetative, sexual dan fase istirahat. Secara normal, diatom bereproduksi melalui pembelahan vegetatif dan pada sebagian besar spesies, fase vegetatif yang paling sering ditemukan. Selama pembelahan sel, sel diatom akan membentuk dua nucleus. Kedua katub dari frustula akan berpisah dan masing-masing sel anak menerima satu katub dari sel induk. Katub yang diterima tersebut akan menjadi epitheca dari masing-masing sel anak dan satu hypotheca baru akan dikembangkan. Sel baru yang terbentuk dalam epitheca induk akan memiliki ukuran yang sama dengan sel induk, tetapi sel yang terbentuk di dalam hypotheca asal akan berukuran lebih kecil. Dengan demikian sebagian besar diatom mengalami penurunan ukuran sel dan untuk mencapai ukuran sel maksimum, pertumbuhan vegetatif diatom harus diselingi dengan siklus seksual yang dapat menghasilkan sel berukuran maksimum. Beberapa diatom kususnya spesies neritik yang hidup pad perairan dangkal menghasilkan spora istirahat (“resting spore”) pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan.

        ●  Ledakan Diatom
                  Laju pertumbuhan sel diatom adalah 0,5-6 kali pembelahan per hari. Hal ini mampu menyebabkan terjadinya peledakan populasi diatom. Ledakan diatom pada perairan biasanya menandakan meningkatnya produktifitas perairan tersebut. Namun blooming juga menyebabkan terjadinya penurunan kandungan oksigen di dalam air sehingga bisa mengakibatkan penyumbatan pada insang kerang dan ikan oleh sel-sel Cerataulina.

         ●      Beberapa Contoh Diatom

Cerataulina  pelagic

Skeletonema costatum

Thalassiosira tumida

2.    Dinoflagelatta (Kelas Dinophyceae)
                                Dinoflagellata termasuk golongan fitoplankton yang menjadi anggota dari kelas Dinophyceae terkhususnya pada divisi Phyrophyta. Setelah diatom, dinoflagellata merupakan kelompok fitoplankton  kedua yang melimpah di perairan. Yang membuat dinoflagellata unik adalah organismenya mampu menjadi organisme autotrof, organisme heterotrof, bahkan dapat bersifat autotrof atau heterotrof (mixotrofik) dan juga mampu menjadi organisme parasit.

           Ciri-Ciri Umum
              -    Dinoflagellata merupakan organisme bersel tunggal, memiliki nucleus yang besar, memiliki stigma dan trichocysts.
              -    Memilki kloroplas yang kecil  yang berbentuk discoid dan bentuk lainnya yang berisi pigmen untuk berfotosintesis sama dengan yang ada pada diatom
              -    Pigmen yang dimiliki adalah klorofil a, c, -karote, xanthophylls, peridinin, neoperidinin, dinoxanthin, neodinoxanthin, dan diatoxanthin.
              -    Ukuran selnya yakni antara 25µm - 1000µm. Terdapat juga spesies yang tumbuh dengan rantai yang panjang atau pseudocoloni.
              -    Jumlah spesiesnya antara 1000-1500 spesies dan sebagian besar adalah spesies laut
          -    Habitatnya kebanyakan pada lingkungan laut dan estuary. Biasanya mendominasi   perairan tropis  dan sub tropis. Dinoflagellata yang biasanya ditemukan d laut contohnya Peridinium, Ceratium, Prorocentrum, Gonyaulax, Exuviella, Oxytoxum dan Gymnodinium. Di perairan Maluku, dinoflagellata yang ditemukan adalah Peridinium, Ceratium, Pyrocystis, Gymnodinyum, Protoperidinium.

              -    Kelimpahan dinoflagellata dapat mengakibatkan terjadinya red tide





     Struktur Sel Dinoflagellata
           -    Dinoflagellata memiliki 2 flagela. Kedua flagella muncul dari satu lubang  pada persimpangan antara girdle dan sulcus. Flagella transversal pada celah melintang dan flagella longitudinal pada celah memanjang. Flagella transversal membagi sel menjadi dua bagian yakni epicone dan hypocone.
              -    Flagella  pada celah memanjang berfungsi sebagai alat gerak. Pergerakan dinoflagellata lemah dalam air dengan kecepatan 0,05-3 cm/menit.
              -    Sisi yang menampakan sulcus adalah sisi ventral dan sisi sebaliknya merupakan sisi dorsal. Sisi ventral biasanya digunakan untuk mengidentifikasi jenis-jenis dinoflagellta.



     Reproduksi Dinoflagellata
              Dinoflagellata mampu bereproduksi secara aseksual dan seksual.
              -    Secara Aseksual biasanya melalui pembelahan mitosis khusunya pada dinoflagellata oseanik.
              -    Secara seksual melalui meiosis atau bila kondisi lingkungan memburuk akan berkembang menjadi sista istirahat yakni memiliki dinding sel yang tebal.

   Contoh Dinoflagellata

Peridinium cinctum

  
Gymnodinyum catenatum

Gymnodinyum catenatum

3.    Silicoflagellata (Kelas Dictyochophyceae)
           Ciri-Ciri Umum
              -    Silicoflagellata merupakan organisme bersel tunggal.
           -   Dibandingkan diatom, organisme silicoflagellata pada perairan  lebih sedikit. Namun tersebar secara luas di seluruh dunia. Hidup pada zona neritik dan juga perairan dingin.
              -    Silicoflagellata adalah plankton laut yang mampu memperoleh energi baik dari proses fotosintesis (autotrof) maupun heterotrof.  
           -   Silicoflagellata merupakan fitoplankton yang berukuran sangat kecil yakni 6-20µm.
        -   Pergerakan tubuhnya dilakukan dengan bantuan salah satu flagella eukariotik yang panjang (undulipodium)  dimana dapat membantu mendorong silicoflagellata. Selain itu, duri pada kerangka  dapat berfungsi memperlambat proses tenggelam dan akan mengapung. Hal ini sangat bermanfaat bagi organisme silicoflagellata yang autotrof.
           -   Silika internal kerangka mereka terdiri dari jaringan bar, dan mirip dengan radiolaria tetapi umumnya jauh lebih sedikit kompleks. Kerangka Silicoflagellata biasanya terdiri 1-2% dari komponen mengandung silika sedimen laut

Reproduksi Silicoflagellata
Hanya reproduksi aseksual yang dikenal. Kerangka Silicoflagellate dapat bervariasi dalam suatu spesies tunggal, sehingga sulit untuk mendeteksi organismenya.

Contoh Silicoflagellata


Dictyocha fibula

Dictyocha fibula


4.   Coccolithophora (Kelas Haptophyceae)
          Ciri-Ciri Umum
            -   Cocolithophora merupakan organisme uniseluler yang berbentuk koloni.
            -   Cocolithophora (kokolitofor) merupakan fitoplankton sehingga merupakan sumber makanan bagi biota laut. Selain itu kokolitofor berfungsi dalam proses pembentukan sedimen di laut. Kokolitofor yang mengandung kapur ini, bila telah mati akan mengendap ke dasar laut dan menjadi sedimen laut. Jika proses geologi terjadi, kadang sedimen kokolitofor akan naik ke permukaan dan akan membentuk bukit kapur seperti yang terkenal dengan nama “The White Cliffs of Dover”
            -   Cocolithophore akan banyak saat musim timur terutama saat terjadi upwelling atau penaikkan air. Coccolithophora adalah fitoplankton laut yang berlimpah, terutama di laut terbuka dan sangat berlimpah sebagai mikroalga.
            -   Organisme Cocolithophora termasuk dalam nonaplankton yang berukuran antara 2 - 20µm.
            -   Memiliki 2 flagella yang sama atau flagella yang berbeda. Bahkan terkadang memiliki 3 flagella. Flagella ini digunakan untuk berpindah tempat dan juga dapat digunakan untuk mengambil makanan.
            -   Permukaan sel pada Cocolithophora seperti dilapisi oleh selulosa yang tipis yang biasanya sangat bermanfaat dalam proses identifikasi.

contoh Coccolithopora

Gephyrocapsa oceanic

5.   Cyanobacteria
          Ciri-Ciri Umum
            -  Cyanobacteria merupakan alga prokariotik yang juga sering disebut alga biru-hijau dan memiliki kandungan klorofil, yakni klorofil a.
            -  Cyanobacteria dapat membentuk sel tunggal, dapat hidup berkoloni, dan ada juga yang mampu membentuk filamen.
                -  Sianobakteri merupakan kelompok fitoplankton yang umum dijumpai di perairan tawar. Kelimpahan sianobakteri di perairan dapat menyebabkan ledakan populasi (blooming). Bakteri ini bersifat fotosintetik dan di antaranya dalam keadaan eutrofik menghasilkan metabolit berupa endotoksin, alkaloid neurotoksin, atau siklik peptida hepatotoksin. Blooming sianobakteri mengakibatkan kematian ikan akibat kekurangan oksigen dan dihasilkannya senyawa toksin. lkan nila GIFT merupakan jenis ikan air tawar yang tahan terhadap penyakit termasuk saat blooming Micraysfis sp.
            -  Organisme ini selnya tidak berflagella.
            -  Cyanobacteria kebanyakn hidup di laut, baik sebagai organisme bentik maupun planktonik.
            -  Cyanobacteria dilengkapi dengan beberapa organ tubuh yang membantu mempertahankan hidupnya dalam beragam habitat. Vacuola berfungsi mengontontrol keseimbangan mengapung di air, Akinet yng berfungsi dalam pembentukan spora, dan heterosit (sel khusus yang dapat memfiksasi nitrogen) untuk tetap mempertahankan diri dalam air di saat kandungan nitrat dan ammonia berkurang atau sedikit dalam perairan.
          Perkembangbiakan Cyanobacteria
                        Perkembangbiakan Cyanobacteria dapat melalui pembelahan sel, fragmentasi, dan pembentukan spora khusus yang disebut akinet. Pembelahan sel terjadi pada Sianobakteri bersel tunggal, sedangkan fragmentasi terjadi pada Sianobakteri yang berbentuk filamen. Pada peristiwa fragmentasi sebelumnya dibentuk suatu struktur khusus yang disebut hormogonium. Hormogonium adalah bagian dari filamen yang akan terpisah dan kemudian dapat membentuk individu baru. Pada beberapa Sianobakteri bisa terbentuk spora khusus berdinding tebal yang disebut akinet. Dengan dindingnya yang tebal, akinet dapat bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, seperti keadaan gelap, kekeringan atau keadaan sangat dingin. Jika kondisi lingkungan membaik, dinding sel dari spora ini kemudian akan pecah dan isinya dapat berkecambah membentuk individu baru.



Contoh Cyanobacteria
                 a.   Oscillatoria Formosa                       e.  Anabaena circinalis
                 b.  O. limosa                                          f.  Porphyrosiphon notarisii
                 c.  Nostochopsis lobatus                       g.  Microcoleus vaginatus
                 d.  Tolypothris tenuis                            h.  Rivularia dura


Laporan Praktikum Limnologi

LAPORAN PRAKTIKUM LIMNOLOGI
“Sungai Desa Rutong”



Disusun oleh :

KELOMPOK VI (MSP)
                                             1.   Cyecilia Pical  (2009 – 63 – 028)
                                             2.   M. Arsyad Kotarumalos (2008 -63 – 030)
                                             3.   Marcus Oratmangun (2009 – 63 – 054)
                                             4.   Agussalim Key (2009 – 63 – 008)
                                             5.   Devi R. Malawat (2006 – 63 – 012)
                                             6.   Dahlia Riring (2009 – 63 – 035)
                                                   



FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2010


I. PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

                                    Limnologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai perairan tawar, baik yang tergenang maupun yang tidak tergenang atau mengalir. Perairan yang tidak mengalir biasanya dikenal dengan istilah lentik contohnya danau, rawa, dll.  Sedangkan perairan yang mengalir di sebut lotik contohnya sungai.
                                    Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sungai termasuk dalam perairan lotik yakni perairan yang mengalir  ke satu arah. Sungai memiliki beberapa pembagian arah aliran yang dimulai dari hulu sungai sampai kepada hilirnya dan berakhir pada laut.
                                    Salah satu cara yang efektif dalam mengaplikasikan setiap teori limnologi yakni dengan melakukan praktikum pada perairan tawar yang berada di sekitar kita contohnya sungai. Karena, dengan mempelajarinya secara langsung kita dapat mengetahui baik morfologi sungai maupun parameter lingkungan di sekitar sungai tersebut.
                                   
1.2     Tujuan Praktikum
                                    Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui tiap parameter lingkungan pada sungai serta morfologi dari sungai


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Pengertian Sungai
                         Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke segala arah atau sering disebut  jalan air alami yang mengalir menuju samudera, laut, danau, atau ke sungai yang lain.

2.2     Parameter  Lingkungan  Sungai
          a.  Warna Perairan dan Bau
          b.  Keadaan cuaca
          c.  Suhu
                                 Suhu pada sungai relative sama karena tidak mengalami stratifikasi. Distribusi suhu di sungai sangat bergantung kepada curah hujan (presipitasi), penyerapan panas, aliran sungai dan pola sirkulasi arus.
          d.  Arus
                                    Arus merupakan kecepatan air mengalir tiap satuan detik. Arus pada tiap sungai tentunya berbeda. Biasanya arus pada daerah hulu lebih besar dari arus pada daerah hilir. Arus juga sangat bergantung dari dasar dan bentuk perairan. Pada daerah sungai  dengan arus yang kuat biasanya tidak mendukung keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri dan akan terbawa oleh arus. Sedangkan pada sungai yang arusnya kecil memiliki mendukung keberadaan komunitas plankton dan organisme lainnya. Kecepatan arus pada hilir sungai dipengaruhi  oleh pasang surut, angin, dan aliran  sungai
          e.  pH
                      Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahab pH dan menyukai pH antara 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan , misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah. Pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan dapat dilihat pada table di bawah ini :

Tabel Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan
Nilai pH
Pengaruh umum
6,0 – 6,5
1.   Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun
2.   Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami        perubahan
5,5 – 6,0

1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin        tampak
2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum        mengalami perubahan yang berarti
3.   Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral
5,0 – 5,5

1.   Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton,        perifilton dan bentos semakin besar
2.   Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan        bentos
3.   Algae hijau berfilamen semakin banyak
4.   Proses nitrifikasi terhamba
4,5 – 5,0

1.   Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton,        perifilton dan bentos semakin besar
2.   Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos
3.   Algae hijau berfilamen semakin banyak
4.   Proses nitrifikasi terhambat

   Sumber : modifikasi Baker et al., 1990 dalam Efendi, 2003

          f.   Oksigen terlarut (DO)
Tanpa adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organic dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperature dan tekanan atmosfir.

Berdasarkan data-data temperature dan tekanan, maka kalarutan oksigen jenuh dalam air pada 25o C dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L (Warlina, 1985). Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme. Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi system respirasi organisme akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Tebbut, 1992 dalam
Effendi, 2003).
Pada siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh proses fotosintesa yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi kadar oksigen jenuh, sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sedangkan pada malam hari, tidak ada fotosintesa, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola perubahan kadar oksigen ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum pada pagi hari.



          g.  Morfologi sungai
                                    Morfologi sungai menyangkut dengan kondisi substrat serta bentuk sungai dan keadaan sekitar baik yang menyangkut vegetasi.
         
2.3     Pembagian daerah sungai
          Berdasarkan sifat badan air, daerah sungai dibedakan menjadi :
          a.  Hulu
                                    Daerah hulu umumnya dangkal dan sempit, memiliki air yang jernih dan mengalir cepat. Di daerah hulu juga terdapat jumlah populasi biota yang relative lebih sedikit, memiliki morfologi tebing yang curam dan juga tinggi.
          b.  Hilir
                                    Memiliki ciri lebar dan tepi sungai yang landai, keruh dan aliran air lambat, memiliki badan air air yang dalam, serta memiliki organisme dengan jumlah populasi yang banyak tetapi jenisnya kurang.
          c.  Muara          
                                    Memiliki tepian sungai yang landai dan dangkal, kedalaman badan air tergantung oleh pasang surut. Biasanya keruh dan memiliki kecepatan mengalir yang lambat. Airnya bersifat payau.



2.4     Klasifikasi Sungai
Sungai diklasifikasikan menurut jumlah airnya dibedakan menjadi :
1.        Sungai permanen,  yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.
2.        Sungai periodik - yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.
3.        Sungai intermittent atau sungai episodik - yaitu sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.
4.        Sungai ephemeral - yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.
Sungai diklasifikasikan menurut genetiknya dibedakan menjadi :
1.        Sungai konsekwen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan kemiringan lereng.
2.        Sungai subsekwen yaitu sungai yang aliran airnya tegak lurus dengan sungai konsekwen.
3.        Sungai obsekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya berlawanan arah dengan sungai konsekwen.
4.        Sungai insekwen yaitu sungai yang alirannya tidak teratur atau terikat oleh lereng daratan.
5.        sungai resekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya searah dengan sungai konsekwen
2.5     Input dan Output sungai
          a.    Input sungai pada umumnya berasal dari 4 sumber utama yaitu :
                      Presipitasi secara langsung (Air hujan)
                      Limpasan aliran dari daerah tangkapan air (Catchment area)
                      Air  tanah (Groundwater)
                      Aliran dari hulu sungai
          b.    Output sungai umumnya melalui 4 jalur utama yaitu :
                      Evaporasi
                      Mengalir menuju dataran rendah melalui cabang-cabang sungai, dan kebanyakan kembali masuk lagi ke sungai
                      Mengalir ke bagian hilir sungai
                      Mengalir masuk ke dalam tanah, dan kemudian keluar lagi di bagian hilirnya.
                
         




III. METODE DAN ALAT BAHAN

2.1     Metode Praktikum
                                    Praktikum ini dilakukan dengan metode observasi langsung di daerah hilir sungai.
            Waktu dan Lokasi Praktikum
              Hari / Tanggal     :     Sabtu, 27 November 2010
              Pukul               :    11.30 – 12.30 WIT
              Tempat           :    Sungai Desa Rutong
            Cara Kerja
                 1.  Setelah tiba di tempat praktikum, gambarkan kondisi cuaca serta vegetasi sekitar sungai (apa saja tumbuhan yang berada di sekitar sungai, sebutkan jika mengetahui jenisnya),
                 2.  Deskripsikan kondisi substrat, warna perairan, dan bau. Catat hasilnya pada lembaran pengamatan,
                 3.  Melalui poin 1,2, gambarkan keadaan sungai yang menjadi titik penelitian,
                 4.  Pengukuran dilakukan pada hilir sungai, dan hanya menggunakan 1 titik penelitian,
                 5.  Ukurlah kondisi suhu dengan menggunakan thermometer batang,
                 6.  Hitunglah besarnya kecepatan arus dengan menggunakan pimpong yang diikat dengan tali rafia sepanjang 5 meter kemudian diletakkan pada sungai yang menjadi titik penelitian. Catat waktu yang dibutuhkan pimpong untuk menempuh jarak 5 meter (hingga tali berbentuk lurus),
                 7.  Kemudian pH diukur dengan menggunakan pH meter atau kertas lakmus.
                 8.  Hitunglah lebar sungai dengan bantuan tali rafia dan roll meter dari tepi sungai satu ke tepi sungai lainnya.
                 9.  Kedalaman diukur menggunakan roll meter per 1 meter lebar sungai.
                 10.Kemudian amati organisme yang berada pada titik penelitian dengan membaginya menjadi 3 kuadran. Catat hasilnya pada lembaran hasil pengamatan.

2.2     Alat dan Bahan
              -    Thermometer
              -    Stop watch
              -    Meter  roll
              -    Tali rafia
              -    Bola pimping
              -    pH meter
               -    Alat tulis






IV. HASIL PENGAMATAN LAPANGAN

Tabel 1. Pengamatan Deskripsi Sungai
Objek Pengamatan
Hasil Pengamatan
Keterangan
Kondisi cuaca
Cerah

Vegetasi sekitar sungai
Terdapat tanaman sagu, pohon gayang, pohon ketapang, mangrove, pohon manggis, pohon linggua, dan pandan laut, dll

Kondisi substrat
Substratnya pasir berbatu

Warna perairan
Jernih

Bau
Tidak Berbau


Tabel 2. Hasil Pengamatan pada titik pengamatan sungai
No.
Pengamatan
Hasil Pengamatan
Keterangan
1.
Kondisi   substrat
Pasir berbatu

2.
Warna  perairan
Jernih

3.
Bau  perairan
Tidak berbau

4.
Suhu
Suhu perairan    : 250C
Suhu Udara        : 270C

5.
pH
7

6.
DO
-

7.
Arus
s    =  5 m
t    = 15,48 s
v    = s/t
     = 0,32 m/s

8.
Kedalaman
0 m
1 m
2 m
3 m
3,28 m

0 cm
13,5 cm
19,5 cm
3,5 cm
0 cm
9.
Kondisi Biologi
Kuadran I :
-   Gastropoda
-   Kepiting-kepiting kecil
-   Kelomang (kumang)

Kuadran II :
-   Ikan-Ikan kecil
-   Kepiting
Kuadran III :
-   Gastropoda


V. PEMBAHASAN
5.1     Parameter Lingkungan
                            Dalam menentukan keadaan baik buruknya suatu perairan khususnya sungai, parameter lingkungan sangat menentukan. Hal-hal yang berhubungan dengan parameter perairan sungai antara lain :

          Pengamatan Secara Fisis
            Warna Perairan dan bau perairan
                            Hasil pengamatan menunjukkan bahwa warna perairan hilir sungai di Desa Rutong begitu jernih dan tidak berbau. Perairan sangat bersih dan tidak terlihat sampah yang berserakkan di dalam badan air sehingga kondisi perairan sangat cerah. Hal ini berarti masyarakat begitu memperhatikan keberadaan sungai dengan baik dengan tidak menyalahgunakan keberadaanya. Misalnya tidak menggunakan area sungai sebagai tempat pembuangan sampah dan sebagainya. Karena berdasarkan pengamatan, sungai begitu bersih dan tidak terdapat sampah apapun.
            Kondisi substrat perairan
                            Substrat perairan bertipe pasir berbatu. Substrat perairan didominasi oleh substrat berpasir yang mengandung batu-batu kecil yang agak kasar. Substrat ini memungkinkan berbagai jenis kepiting dan gastropoda mampu hidup berasosiasi di dalam tanah dengan cara menggali lubang pada substrat dan hidup di dalamnya.
            Kondisi cuaca
                            Kondisi cuaca pada saat praktikum dilakukan sangat cerah. Hal ini juga didukung oleh waktu praktikum yang dilakukan berkisar antara pukul 11.30 – 12.30 WIT sehingga posisi matahari yang tepat berada pada posisi maksimalnya.
            Suhu
                            Dengan menggunakan thermometer , suhu pada lokasi praktikum kemudian dihitung. Suhu udara pada saat itu adalah 270C sedangkan suhu perairan adalah 250C. Suhu ini berada pada kisaran normal suatu perairan sungai. Suhu dipengaruhi oleh keadaan sekitar sungai yang begitu rindang karena terlindungi oleh berbagai vegetasi tumbuhan yang hidup di sekitar sungai tersebut.
            Arus
                            Pengukuran arus dilakukan dengan menggunakan bola pimpong yang diikat pada tali rafia dengan panjang 5 meter kemudian dicatat waktu yang diperlukan pimpong untuk berada dalam kondisi tali rafia yang lurus di perairan. Berdasarkan praktikum, maka arusnya sebagai berikut :
              Diketahui        :    s = 5 m
                                           t = 15,48 s
              Ditanya           :    v = ?
              Penyelesaian  :
                                           v = s/t
                                           v = 5 m/15,48 s
                                           v = 0,32 m/s
              Keterangan     :    s = Jarak / panjang tali (m)
                                           t = waktu untuk menempuh jarak  (s)
                                           v = kecepatan arus (s/t)

                            Berdasarkan perhitungan di atas, maka diperoleh kecepatan arus pada sungai Rutong adalah 0,32 m/s. kecepatan arus ini dapat dikategorikan sebagai kecapatan arus yang kencang. Hal ini dikarenakan kategori arus kencang berada pada kisaran 0,1 – 1,0 m/s.

            Kedalaman Perairan
                                      Kondisi kedalaman pada perairan sungai Rutong tidak begitu bervariasi. Hal ini dikarenakan lebar sungai yang relative kecil di sepanjang daerah hilir yakni antara 3 – 4 m saja.Selain itu, titik pengamatan pada daerah hilir yang dekat dengan pantai mengakibatkan kedalaman perairan yang relative kecil.  Kedalaman sungai diukur per satu meter lebar sungai sehingga dapat diketahui profil kedalaman sungai tiap titiknya. Dengan begitu variasi kedalam dapat terlihat dengan sangat jelas.

               Gambar profil kedalaman sungai Rutong

             







                             Berdasarkan data diperoleh dapat ditentukan kedalaman rata-rata pada titik pengamatan yang diamati :
              Diketahui        :    K1 =   13,5 cm
                                           K2 =   19,5 cm
                                           K3 =   3,5 cm
              Ditanya           :    Krata-rata . . . ?
              Penyelesaian  :
                                           Krata-rata =   (K1+K2+K3)/3
                                                      =   (13,5 cm + 19,5 cm + 3,5 cm) / 3
                                                      =   12,2 cm
              Keterangan     :    K               =   Titik Kedalaman tiap 1 m lebar sungai (cm)
                                           Krata-rata     =   Kedalaman rata-rata sungai per titik pengamatan (cm)
                                     
                            Jadi, kedalaman rata-rata pada titik pengamatan praktikum di salah satu sungai Desa Rutong adalah 12, 2 cm.

          Pengamatan secara Kimiawi  
                            Secara kimiawi yang diperhatikan adalah kondisi pH dan DO pada perairan. pH air 7 yakni pada kisaran normal pH air pada umumnya. Sedangkan DO perairan tidak dilakukan pengambilan data karena tidak tersedianya alat.

          Pengamatan Secara Biologis
                            Berbicara mengenai kondisi biologis suatu sungai berarti membahas mengenai sejumlah organisme yang terdapat pada setiap titik penelitian dari sungai yang diamati. Di sekitar sungai Rutong terdapat beberapa vegetasi tumbuhan. Contohnya tanaman sagu, pohon gayang, pohon ketapang, mangrove, pohon manggis, pohon linggua, dan pandan laut, rumput, dll. Hampir disepanjang bibir sungai terdapat pepohonan yang lebat sehingga kondisi sepanjang sungai begitu sejuk. Vegetasi tumbuhan yang sangat mencolok yang  terdapat di sekitar sungai yakni adanya tanaman sagu yang begitu banyak.
                            Selain tumbuhan, terdapat pula beberapa organisme hewan di sekitar sungai. Titik pengamatan I kuadran I ditemukan beberapa jenis gastropoda dan kepiting-kepiting kecil. Hewan-hewan ini berasosiasi dalam substrat perairan yang bersifat pasir berbatu. Pada kuadran II terdapat ikan-ikan kecil dan juga gastropoda yang menempel di dalam substrat. Pada kuadran III terdapat juga ikan-ikan kecil, kepiting dan juga gastropoda. Pada tiap kuadran, organisme yang ada tidak dalam populasi yang tinggi. Selain itu, arus yang cenderung deras mengakibatkan organisme tidak begitu melimpah. Khusus untuk ikan-ikan kecil, berada pada jumlah antara 10-20 ekor yang berenang secara bersama disepanjang kolom air dan sesekali bersembunyi di balik  bebatuan maupun akar tanaman di sekita sungai.

5.2     Hubungan Parameter Lingkungan
                     Tentunya setiap parameter lingkungan baik fisik, kimiawi, maupun biologis memiliki ketergantungan yang satu akan yang lainnya. Organisme yang hidup sangat bergantung pada bagaimana keadaan perairan tersebut sehingga setiap organisme mampu beradaptasi untuk mempertahankan hidupnya. Jika salah satu dari parameter lingkungan ini mengalami pergeseran dari nilai normalnya, maka organisme-organisme yang hidup dan berasosiasi di dalamnya akan langsung merasakan dampak perubahan ini.
5.3     Pengelolaan Daerah Sungai
                            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, terlihat jelas bahwa sungai yang berada di Desa Rutong mendapatkan perhatian yang baik dari masyarakat. Hal ini terlihat melalui kebersihan sungai dan air yang begitu jernih. Masyarakat begitu sadar untuk memanfaatkan sungai secara baik dengan tidak membuang sampah secara sembarangan pada sungai. Keberadaan sungai memang tetap dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari seperti untuk mencuci pakaian dan sebagainya. Tetapi aktifitas ini dilakukan hanya di hilir sungai. Tentunya semua hal di atas sangat membantu dalam mencegah terjadinya pencemaran sungai yang dapat berdampak bagi organisme sekitar maupun dampak yang akan turun ke perairan laut. Pengelolaan daerah sungai yang baik di Desa Rutong juga memberikan dampak yang baik bagi 3 ekosistem besar seperti mangrove, lamun, dan karang yang tetap terjaga kelestariannya di sepanjang pesisir Rutong.


 VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1     Kesimpulan
                     Melalui praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sungai Rutong yang memiliki tipe substrat pasir berbatu ini berada pada keadaan perairan yang normal. Hal ini didasarkan pada beberapa parameter yang telah diukur. Perairan memiliki suhu, pH, dan DO yang normal dan dapat dibuktikan dengan adanya organisme yang tetap hidup dan menetap di daerah sungai. Kecerahan air yang tinggi, bersih, serta tidak berbau juga terlihat dengan jelas. Semua ini tentunya tidak terlepas oleh adanya keasadaran masyarakat untuk tetap menjaga kebersihan sungai.

6.2     Saran
                     Dari hasil praktikum ini, dapat disarankan agar :
          1.       Praktikum-praktikum mengenai keadaan atau kualitas sungai harus sering diadakan sehingga dengan begitu kita dapat mengetahui kualitas suatu sungai.
          2.       Dalam melakukan praktikum, alat-alat yang digunakan harus lengkap sehingga dapat mengetahui secara jelas setiap parameter yang akan diukur dan tujuan akhir dari praktikum dapat terjawab.

  

VII. DAFTAR  PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/958/1/hutan-onrizal10.pdf